December 31, 2010

Nikmati Saja...





Jegarr....jegeerrr...

Darr...derr..dooorrr...!!!


Gemerlap suasana...

Membahana jagat raya...

Kerlap-kerlip cahaya...

Letusan petasan...

Tawa dan dansa-dansa...

Semua berpesta...

Sebagai 'ritual' tahunan...

Hanya untuk mengganti satu angka saja...

Penanda zaman ...


Tahun baru, semangat baru, harapan baru katanya...
=================================

Ah, sudahlah...

Akan selalu begitu....

Akan selalu ada 'ritual' yang sama...

Hanya untuk mengganti satu angka saja...

Penanda zaman...

================================

Akan selalu ada kerlap-kerlip cahaya...

Akan selalu ada suara-suara letusan petasan...

Akan selalu ada tawa dan dansa-dansa...

Akan selalu ada pesta yang sama...

Hanya untuk mengganti satu angka saja...

Penanda zaman...

=========================

Nikmati saja...

Mengapa Membuat Resolusi Tahun Baru Saya Anggap Penting








Bagi perusahaan manapun, akhir tahun adalah saat untuk mengevaluasi kinerja selama tahun yang akan ditinggalkan. Selanjutnya, mereka melakukan berbagai konsolidasi internal dan eksternal agar kinerja di tahun yang akan dijelang akan bisa lebih baik lagi.

Demikian juga bagi sebagian besar orang. Mereka melakukan evaluasi dengan melakukan refleksi atas setiap langkah yang telah dilalui dan menyiapkan langkah yang lebih baik lagi. Sebagian lagi menindaklanjutinya dengan membuat resolusi mengenai keinginan dan harapan sebagai target yang hendak dicapai di tahun selanjutnya. Tidak terkecuali dengan saya yang tentunya bukan sekedar latah.

Kenapa membuat resolusi itu saya anggap penting?

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya dimana saya tidak membuat resolusi yang saya catatkan sehingga saya tidak bisa melakukan evaluasi setiap bulannya dan yang utama, saya hanya ingin lebih bisa menata diri saya dengan lebih baik (well-managed).
Berikut adalah beberapa alasan mengapa membuat resolusi itu penting bagi saya.

1. Sebagai patokan atau pedoman bagi saya mengenai harapan-harapan yang saya inginkan terhadap setiap hal yang saya lakukan sehingga saya bisa lebih fokus (tidak misleading).

2. Sebagai pedoman bagi saya untuk mencari sisi-sisi yang salah (what went wrong) bila ada hasil yang tidak sejalan dengan harapan yang telah saya tentukan.

3. Sebagai pedoman bagi saya untuk mencari rumusan baru atau terobosan baru bila rencana-rencana awal yang telah saya tetapkan tidak bekerja maksimal.

Beberapa hal yang menurut saya perlu saya catatkan sebagai bagian resolusi saya

1. Hubungan saya dengan Sang Khalik.

Ini merupakan hal yang paling utama dan krusial. Sebagai manusia ciptaan-Nya, sudah pasti segala acuan yang kita buat dan susun mesti mempertimbangkan keridhaan-Nya. Ini sebagai sujud syukur kita sebagai hamba-Nya.

2. Rencana keuangan saya

Faktor keuangan adalah hal yang krusial. Tidak seorang pun yang ingin berlaku seperti kata pepatah: ‘Besar pasak daripada tiang’. Begitu juga dengan saya. Dengan menuliskan dan "strict" dengan rencana keuangan harian dan bulanan, maka saya akan dapat lebih bijak lagi dalam menata "cashflow" saya.

3. Membuat skala-prioritas dalam pekerjaan saya

Membuat prioritas dalam pekerjaan yang saya maksudkan di sini adalah memprioritaskan hal-hal yang utama (first things first) yang berhubungan pekerjaan yang saya lakukan dengan membuat daftar "Do’s and Don’t’s".

4. Memperbaiki hubungan sosial.

Sebagai seorang muslim, tentunya saya harus sadar bahwa selain memperbaiki hubungan dengan sang Khalik, saya juga harus memperbaiki diri saya dengan sesama. Selain itu, sebagai makhluk sosial, sudah pasti kita memerlukan orang lain. Menyeleksi atau memprioritaskan teman-teman pergaulan bukan berarti saya memilih teman-teman berdasarkan strata sosial tetapi tentunya memprioritas untuk bersosialisasi dengan mereka yang akan memberikan manfaat bagi saya dan sesama.

Jakarta- Somewhere Around New Year’s Eve

December 30, 2010

Pentingkah Membuat Resolusi?





Tahun baru akan segera kita jelang. Dan lazimnya kita selalu mencoba mengevaluasi (bermahasabah) sekaligus mereka-reka langkah dan rencana apa saja yang kita inginkan untuk tahun selanjutnya atau akrab kita sebut dengan membuat resolusi.

Suatu resolusi pribadi tentunya hanya kita sendirilah yang mengetahuinya. Bagi saya sendiri, suatu resolusi tentunya harus berkaca dari pencapaian dan kenyataan yang saya dapati sepanjang tahun yang akan ditinggalkan ini sehingga resolusi itu bersifat realistis.

Barangkali Anda tidak sependapat dengan cara saya membuat resolusi karena mungkin ada yang bertanya, "mengapa tidak membuat resolusi yang sedikit 'bombastis'? Bukankah hal tersebut akan semakin memacu dan memotivasi kita? Bukankah alam bawah sadar (sub-conciusness) kita akan bekerja seperti apa yang kita kenal sebagai 'mind-games'!

Bagaimana dengan Anda sendiri? Apakah resolusi itu penting bagi Anda? Bukankah ada kutipan yang mengatakan: "men purpose, God disposes"? Seandainya Anda mengatakan kalau membuat resolusi itu penting, cara yang manakah yang Anda suka? Apakah Anda punya cara lainnya? Terima kasih sebelumnya...

December 29, 2010

Syukur dan Qana'ah



Syukur adalah salah satu sifat yang merupakan hasil refleksi dari sikap tawakal. Secara bahasa, syukur mengandung arti “sesuatu yang menunjukan kebaikan dan penyebarannya”. Sedangkan secara syar’i, pengertian syukur adalah “memberikan pujian kepada yang memberikan segala bentuk kenikmatan (Allah swt) dengan cara melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, dalam pengertian tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya”

Sedangkan Qana’ah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup. Dan secara istilah qana’ah merasa cukup atas apa yang dimilikinya. Sikap qana’ah didefinisikan sebagai sikap merasa cukup dan ridha atas karunia dan rezeki yang diberikan Allah SWT.


Keutamaan bersyukur

Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al Qhashas [27] : 77)

Ayat tersebut di atas dengan tegas memerintahkan agar umat Islam berusaha meraih kebahagiaan hidup di akhirat. Adapun meraih kebahagiaan hidup di dunia bukanlah yang utama, tetapi tetap harus dilakukan dan jangan dilupakan. Umat Islam tidak dilarang menjadi orang yang kaya, dan bahkan dianjurkan mencari harta yang banyak untuk kemudian dipergunakan sebagai alat untuk berdakwah. Sebagaimana istri Nabi, Siti Khadijah, dan para sahabat lainnya yang merupakan saudagar kaya, mereka mempergunakan harta mereka demi kepentingan dakwah Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw.

Namun, untuk menjadi kaya raya memang juga bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan keuletan, kegigihan, kecerdasan, dan keberanian dalam menggali rezeki Allah swt. Setiap manusia diberikan hak dan kesempatan yang sama untuk meraup rezeki Allah sebanyak-banyaknya. Tak peduli orang Islam atau bukan, Allah akan memberikan kekayaan kepada siapa saja yang berbuat dan berusaha. Masalahnya, kita seringkali tidak maksimal dalam melakukan sesuatu sehingga kita pun tidak mendapatkan hasil yang maksimal pula, atau bahkan gagal sama sekali. Nah, saat menghadapi kegagalan itulah sering kita merasa bahwa usaha kita sudah maksimal sehingga pada akhirnya kita pun menyalahkan takdir.

Menyalahkan takdir adalah sesuatu yang salah. Allah swt. memberikan jalan yang luas bagi manusia untuk berbuat. Dan kalaupun hasilnya tidak maksimal, sebenarnya Allah tetap memberikan sesuatu bagi manusia, yaitu hikmah dan pelajaran.

“Today I can feel sad that I have no more money or I can be glad that the condition encourages me to plan my purchases wisely and guide me away from waste”. Hari ini aku bisa bersedih karena tidak lagi memiliki uang atau aku bisa senang bahwa kondisi itu mendorongku untuk merencanakan belanjaku secara bijak dan membimbingku agar tidak bersikap boros.

Dalam segala macam bentuk situasi dan kondisi, baik kelapangan atau kesusahan, yang dihadapi manusia, pasti ada hikmah yang bisa dipetik di dalamnya. Sebagaimana kutipan perkataan orang-orang bijak tersebut di atas, saat tidak memiliki uang pun sebenarnya kita justru bisa menggembleng diri sendiri agar bisa lebih bijak dalam mengatur pengeluaran dan agar tidak bersikap boros. Sikap seperti itu merupakan salah satu bentuk syukur manusia kepada Allah swt. atas kondisi yang ada. Ingat, segala macam situasi dan kondisi mengandung hikmah, dan oleh karenanya patut untuk disyukuri.

Mensyukuri segala yang diberikan Allah swt. adalah sesuatu yang bukan tanpa alasan. Dengan tegas dan jelas, banyak sekali ayat Al Quran yang menjanjikan keutamaan bagi orang yang bersyukur. Firman-Nya, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim [14] : 7).

Orang yang bersyukur diberikan keutamaan yang tinggi di sisi Allah karena memang sangat sedikit sekali manusia yang mau bersyukur. “…Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 243)

Kaitan antara Syukur dan Qanaah

Qana’ah mempunyai ikatan erat dengan syukur. Keduanya, seperti dua sisi mata uang yang tidak mungkin berpisah. Syukur membuahkan qana’ah. Dan qana’ah memunculkan syukur. Seperti itu korelasinya. Tidak ada qana’ah tanpa syukur. Tidak ada syukur tanpa qana’ah. Syukur tanda kita menikmati keadaan yang mungkin kurang. Qana’ah buah kesyukuran yang membuat kita tenang. Batin yang tenang karena menerima keadaan, kondisi hati yang stabil karena tidak dibenturkan harapan yang tidak tercapai, keadaan jiwa yang menyenangkan karena tidak mengeluh dan menggugat keadaan yang tidak sesuai keinginan. Itulah keberkahan yang Allah berikan.

Syukur dan Qana’ah adalah dua sikap yang tak mungkin dipisah. Orang yang qana’ah hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan apa adanya akan terasa nikmat tiada terhingga jika dilandasi dengan qana’ah dan syukur. Sebab, pada saat seperti itu ia tidak pernah memikirkan apa yang tidak ada di hadapannya. Justru, ia akan berusaha untuk membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, kerabat, teman atau pun tetangganya.

Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap qana’ah tidak berarti menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang yang hidup qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan.

Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikan dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana’ah-nya dan mempertebal rasa syukurnya.

Ibrahim bin Adham, seorang sufi dari Khurasan berkata dalam do’anya “Ya Allah, jadikan aku orang yang ridha dengan keputusan-Mu. Jadikan aku orang yang sabar menghadapi cobaan dari-Mu dan karuniailah aku rasa syukur atas berkah-Mu”.

Ridha, sabar dan syukur merupakan tiga unsur sifat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tiga unsur sifat inilah yang membuat seorang mukmin menjadi qana’ah, yaitu selalu merasa cukup atas semua pemberian-Nya.

Dari ketiga sifat tersebut, ridha merupakan unsur yang paling penting dalam pembentukan sifat qanaah. Karena orang yang sudah merasa ridha terhadap sesuatu, otomatis dia akan bersabar menghadapi sesuatu yang terjadi pada dirinya, baik manis maupun pahit. Apabila sifat ridha dan sabar sudah tertanam kuat dalam diri seseorang, niscaya itu akan mengangkatnya pada tingkat syukur dan lalu lahirlah sifat qana’ah.

Wallahu a’lam.

Narasumber :
Iis Sumiati (Disampaikan pada KOL Jum'at, 31 Juli 2009)
http://kotasantri.multiply.com/journal/item/112

Kecewa Tapi Bangga



Barangkali banyak yang kecewa saat menyaksikan pertandingan final leg kedua malam ini karena timnas akhirnya belum beruntung untuk meraih gelar pertamanya di ajang turnamen sepakbola antar negara ASEAN: AFF setelah kalah agregat 2-4 dari Malaysia.

Namun saya yakin banyak yang berbangga dengan upaya maksimal dan perjuangan tak kenal menyerah yang telah ditunjukkan oleh Bambang Pamungkas dan kawan-kawan.

Selamat Tim Merah Putih!!! Semangat juang kalian tetap membanggakan...

December 28, 2010

"Virus H2C" dan Laskar Merah-Putih



Tiga hari terakhir ini sebagian besar masyarakat Indonesia sedang terhinggap "virus H2C alias Harap-harap Cemas" menjelang dilakukannya pertandingan final sepakbola piala AFF leg kedua yang akan dilangsungkan di stadion kebanggaan negara, stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, hari ini.

"Virus H2C" yang menjangkiti sebagian masyarakat ini terjadi karena kekalahan telak 0-3 laskar merah-putih dari tuan rumah Malaysia saat melakoni pertandingan leg pertama pada 26/12/2010 lalu di stadion Bukit Jalil, Malaysia. Kekalahan telak ini diluar ekspektasi masyarakat mengingat penampilan-penampilan laskar merah-putih sebelumnya dianggap cukup mengesankan dan membanggakan.

Seperti kita ketahui, tim sepakbola nasional yang tadinya mungkin dipandang sebelah mata oleh banyak masyarakat tanah air sendiri, tiba-tiba menjelma menjadi sebuah magnet yang mampu menarik perhatian banyak kalangan. Padahal ini bukan kali pertama bagi tim yang sekarang diasuh oleh pelatih asal Austria, Alfred Riedl ini berhasil menembus babak final turnamen yang dulunya bernama piala Tiger itu.

Tingginya dukungan kepada Firman Utina dan kawan-kawan tidak terlepas dari pemberitaan media yang di hari-hari belakangan begitu membius masyarakat, bahkan sebagian kalangan menilai pemberitaan yang dilakukan kepada tim merah-putih terasa berlebihan. Belum lagi "ulah" beberapa kalangan yang tiba-tiba merasa berjasa dan berkepentingan dengan laskar merah-putih hingga "mengganggu" fokus tim saat turnamen belum berakhir.

Sekarang, masyarakat yang telah terbius itu semakin terpicu rasa nasionalisme-nya mengingat lawan yang dihadapi di final kali ini adalah Malaysia yang sejak beberapa tahun terakhir ini seolah mulai 'berulah' kepada Indonesia. Apalagi pada pertemuan di leg pertama itu, kemenangan Malaysia itu disinyalir berlangsung tidak sportif karena Safee dan kawan-kawan "dibantu" oleh para supporter yang membawa dan mengganggu para pemain laskar merah-putih dengan sinar lasernya yang konon menyerang tim merah-putih dari lima penjuru!

Kemenangan dengan angka minimal 4-0 pada laga leg kedua adalah harga mati bila laskar merah-putih ingin menoreh prestasi tahun ini sebagaimana harapan publik yang telanjur "kasmaran".

Namun demikian, pertandingan belum selesai karena masih ada 90 menit lagi untuk menentukan apakah tim merah-putih kali ini kembali mampu mengalahkan Malaysia yang beberapa saat sebelumnya mampu "dipermak" 5-1 di babak penyisihan group sehingga tim merah-putih mampu menuai prestasi lagi setelah "puasa" prestasi yang telah berlangsung sekian lama.

Prestasi membanggakan terakhir terjadi sembilan belas tahun silam saat tim merah-putih mampu meraih medali emas di ajang SEA GAMES yang berlangsung di Manila, Filipina. Prestasi kali ini mudah-mudahan akan dapat berlanjut di event-event yang kelasnya lebih tinggi lagi nantinya. Kita berharap prestasi kali ini menjadi sebuah momentum kebangkitan persepakbolaan nasional.

Semoga tim merah-putih mampu melakukannya dengan elegan dan fair dimana pertandingan berlangsung normal. Kita juga berharap para supporter mampu mengendalikan emosi dan bersikap dewasa apa pun hasil yang dituai nantinya. Akhirnya, selamat berjuang laskar merah-putih!!! Hiduplah Indonesia Raya...

Pasal 34 Ayat 1? Haye!!!





Lagu lawas berjudul “Misteri” milik salah satu kelompok dedengkot rock tanah air “God Bless” di atas sekejap hadir di benak tatkala melihat seorang anak usia sekolah yang kira-kira berusia di bawah usia 10 tahun mengorek-ngorek tong sampah di seberang warung Tegal tempat dimana saya makan di malam yang gerimis itu sekitar jam 10 malam. Anak-anak di usia sebaya barangkali telah tenggelam dalam mimpi indahnya, berkumpul dan bercengkrama bersama keluarga tercinta, belajar atau sedang asyik bermain game online yang kian marak dewasa ini. Tetapi si “Doel”, untuk menyebut anak itu masih harus “membanting tulang” bekerja mencari nafkah.

Barangkali fenomena anak-anak usia sekolah yang bekerja merupakan hal yang sangat biasa di Jakarta. Mereka bisa terlihat di jalanan sedang mengamen, menjajakan koran, menyemir sepatu, mengemis atau mengelap kaca mobil di jalanan pada jam-jam dini hari sekali pun! Celakanya lagi, barangkali Anda juga telah mengetahui bahwa keberadaan mereka banyak diorganisir oleh banyak pihak yang tega mengeksploitasi mereka :(…

Pertanyaannya, dimanakah keberadaan negara?

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 secara jelas telah mengamanatkan kepada negara untuk mengayomi dan melindungi fakir miskin dan anak-anak yang telantar. Pada kenyataannya, negara sepertinya memarjinalkan keberadaan anak-anak telantar. Jadi bisakah kita hanya menyalahkan mereka yang mengeksploitasi anak-anak itu? Pasal 34 ayat 1 tersebut seperti yang kita semua telah mengetahuinya berbunyi: “fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.”

Kembali ke si “Doel” tadi, rupa-rupanya si ibu pedagang Warteg melihat juga apa yang tengah saya saksikan karena kebetulan hanya ada saya yang menjadi pelanggannya malam itu. Si ibu, seolah mengetahui apa yang ada di benak saya, kemudian menghampiri saya dan berkata, “Sepertinya akhir-akhir ini semakin banyak saja anak-anak pemulung yang bekerja hingga larut malam.” Saya pun mengiyakan si ibu karena kenyataannya memang demikian. :(

Berbagai Pelaksanaan Hukuman Bagi Para Pezina pada Beberapa Peradaban



Oleh Abdul Moqsith Ghazali

Rajam adalah sanksi hukum berupa pembunuhan terhadap para pelaku zina muhshan (yaitu orang yang berzina sementara ia sudah pernah menikah atau masih dalam ikatan pernikahan dengan orang lain). Rajam dilakukan dengan cara menenggelamkan sebagian tubuh yang bersangkutan ke dalam tanah, lalu setiap orang yang lewat diminta melemparinya dengan batu-batu sedang (hijarah mu`tadilah) sampai yang bersangkutan meninggal dunia.

Hukum rajam pernah berlaku pada zaman Nabi Musa. Dalam Perjanjian Lama, Ulangan 22: 22 disebutkan, “Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel”.

Bahkan seorang gadis perawan pun ketika berzina harus dihukum mati. Disebutkan dalam ayat 23 dalam pasal dan surah yang sama Perjanjian Lama, “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengah mereka”. Mungkin berdasar kepada dalil-dalil itu, ketika di Madinah Rasulullah SAW pernah merajam laki-laki dan perempuan Yahudi yang berzina.

Dalam al-Qur’an, ayat rajam tak tercantum. Namun, sejumlah kitab fikih menjelaskan bahwa pada mulanya ayat rajam itu temaktub dalam al-Qur’an. Dalam perkembanganya, ayat itu dihapuskan walau hukumnya tetap berlaku (naskh al-rasm wa baqa’ al-hukm). Ayat tersebut berbunyi al-syaiku wa al-syaikhatu idza zanaya farjumuhuma al-battatah nakalan min Allah (laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah secara sekaligus, sebagai balasan dari Allah). Ayat inilah yang menjadi pegangan para ulama pendukung hukum rajam. Sebuah hadits menyebutkan, “inna al-rajm haq fi kitabillah `ala man zana idza ahshana min al-rijal wa al-nisa’, idza qamat al-bayyinah, aw kana al-haml, aw al-i`tiraf”. Bahwa sesungguhnya rajam itu ada di dalam Kitabullah, yang wajib diperlakukan buat laki-laki dan perempuan yang berzina muhshan, ketika sudah cukup bukti, atau sudah hamil atau mengaku berzina.

Dikisahkan bahwa hukum rajam pernah diterapkan pada zaman Nabi. Yaitu, ketika Ma`iz ibn Malik al-Aslami dan Ghamidiyah yang mengaku (i`tiraf) kepada Nabi bahwa dirinya telah berzina dengan seorang perempuan. Dengan itu, mereka meminta untuk dirajam. Nabi berkali-kali menolak dan tak segera memenuhi permintaan yang bersangkutan. Namun, mereka tetap ngotot bahwa dirinya telah melakukan zina muhshan. Akhirnya Nabi “terpaksa” menyanksinya dengan dirajam. Mungkin Nabi berharap agar yang bersangkutan tak mengaku berzina secara terus terang. Toh, dalam kesendiriannya ia bisa bertaubat kepada Allah SWT atas dosa-dosanya.

Kini banyak orang bertanya tentang perlu dan tidaknya menerapkan hukum rajam. Saya kira ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Pertama, rajam dalam Islam termasuk syar`u man qablana (syariat pra-Islam). Al-Qur’an banyak mengintroduksi hukum-hukum yang berlaku pada era sebelum Islam, seperti hukum Yahudi. Di samping soal rajam, al-Qur’an misalnya mengutip syariat Nabi Musa yang memperbolehkan bunuh diri. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 54), “Ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kalian telah menganiaya diri kalian sendiri karena kalian telah menjadikan anak lembu sebagai sesembahan kalian, maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menciptakan kalian dan bunuhlah diri kalian sendiri. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan yang menciptakan kalian. Maka Allah akan menerima taubat kalian. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang”.

Para ulama fikih sendiri berbeda pendapat tentang posisi syar’u man qablana sebagai dalil hukum (hujjah syar’iyah). Sebagian ulama berpendapat bahwa syar`u man qablana menjadi bagian ajaran Islam jika itu sudah disebut dalam al-Qur’an. Sebagian yang lain berkata, bahwa syar’u man qablana bukanlah syari’at kita (umat Islam) karena itu kita tak boleh menjadikannya sebagai dalil hukum. Dengan argumen itu tak sedikit para ulama yang menolak pemberlakuan syar’u man qablana. Dengan itu, menurutnya, hukum rajam tak perlu diterapkan sebagaimana kita tak menerapkan hukum bunuh diri sebagai jalan taubat, sekalipun itu sudah tercantum dalam al-Qur’an.

Kedua, rajam tak efektif menjerakan para pelaku perzinaan, karena yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Ia tak sempat lagi memperbaiki diri. Padahal, jelas dikemukakan para ahli fikih bahwa sanksi-sanksi hukum dalam Islam berfungsi untuk menjerakan para pelaku pidana (al-hudud zawajir la jawabir). Ketiga, rajam akibat perzinaan muhshan dalam konteks sekarang potensial merugikan perempuan. Kaum perempuan tak mudah untuk menghindar dari tuduhan zina sekiranya telah terjadi kehamilan sementara yang bersangkutan diketahui publik tak punya suami. Sementara pezina laki-laki bisa menghindar dari dakwaan zina, terlebih menghadirkan empat orang saksi yang melihat secara persis perzinaan itu, seperti dikehendaki al-Qur’an, bukanlah perkara mudah.

Keempat, kelompok Mu’tazilah dan Khawarij berpendapat ayat apalagi hadits yang menegaskan tentang hukum rajam bagi pezina muhshan sudah dihapuskan oleh ayat al-Qur’an (al-Nur: 2), yaitu “al-zaniyatu wa al-zani fajlidu kulla wahidin minhuma mi’ata jaldatin wa la ta’khudkum bihima ra’fatun fi din Allah in kuntum tu’minuna bi Allah wa al-yawm al-akhir wa al-yasyhad `adzabahuma tha’ifatun min al-mu’minin” (pezina perempuan dan laki-laki, pukullah sebanyak 100 kali pukulan. Janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman). Memang al-Qur’an sendiri, seperti dalam Mushaf Utsmani, tak membedakan antara pezina muhshan dan ghair muhshan. Pertimbangan ini sekalipun hadir dengan argumen yang belum kukuh bisa dipertimbangkan sebagai salah satu argumen untuk menolak penerapan hukum rajam.

Kelima, al-Qur’an tak memberikan hukum tunggal bagi orang yang berzina. Sepakat bahwa zina adalah perbuatan keji (fahisyah), ternyata salah satu sanksi hukum bagi pezina dalam al-Qur'an, baik yang muhshan maupun yang bukan, adalah tahanan rumah seumur hidup. Disebutkan dalam al-Qur’an (surat al-Nisa’: 15), “Dan terhadap perempuan yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu yang menyaksikannya. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah perempuan-perempuan itu sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepada mereka”.

Bahkan di ayat berikutnya (ayat 16) tak dijelaskan jenis hukuman bagi para pezina, “Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kalian, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang”. Qatadah dan al-Sudi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan adzuhuma dalam ayat itu adalah dengan cara mempermalukan, menjelek-jelekkan, dan mencacinya (al-taubikh wa al-ta`yir wa al-sabb). Kalu kita bersepakat dengan ulama yang menolak konsep nasikh-mansukh dalam al-Qur’an, maka ayat ini tak bisa dianulir oleh ayat dan hadits yang memerintahkan rajam dan hukuman dera sebanyak 100 kali deraan. Mujahid misalnya berpendapat bahwa ayat 15 surat al-Nisa’ adalah sanksi hukum bagi pezina perempuan, sementara ayat 16 surat yang sama adalah sanksi hukum bagi para pezina laki-laki. (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Jilid III, hlm. 80)

Akhirnya, bisalah dikatakan bahwa ayat yang terkait dengan sanksi hukum seperti rajam merupakan fikih jinayat al-Qur’an yang pada tingkat implementasinya tak otomatis bisa dijalankan. Artinya, umat Islam bisa mencari sanksi-sanksi hukum yang paling mungkin dan efektif untuk menjerakan para pelaku kriminal. Bisa dengan cara dipenjara atau yang lainnya. Ibn Zaid pernah mengusulkan agar orang yang berzina dilarang menikah sampai yang bersangkutan meninggal dunia. (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Jilid III, hlm. 79). Sebagian ulama, seperti Muhammad Syahrur, berpandangan bahwa hukum potong tangan dan rajam merupakan hukum maksimal (al-hadd al-a`la) yang hanya bisa dijalankan ketika sanksi-sanksi hukum di bawahnya tak lagi efektif untuk mengurangi tingkat kriminalitas.

Dengan memperlakukan ayat-ayat jinayat sebagai fikih al-Qur’an, maka kita tak lagi terikat untuk memaksakan penerapan sanksi-sanksi hukum itu seperti yang secara harafiah disebut dalam al-Qur’an. Kita bisa mencari jenis-jenis hukum lain yang lebih relevan dan sesuai dengan konteks keindonesiaan kita. Yang penting tujuan dari sanksi-sanksi hukum Islam untuk menjerakan para pelaku tindak pidana sudah tercapai. Wallahu A`lam Bishshawab

Tentang Pencitraan


Pencitraan. Ya kata ini sedemikian akrab dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Kata ini mungkin menjadi kata yang sangat dekat hubungannya dengan penguasa negeri. Ingat nama seorang penguasa, ingat dengan kata pencitraan. Dengan demikian sang penguasa sudah begitu bagus menancapkan “brand awareness” (kesadaran merek/image) kepada publik. Mengapa demikian?

Dalam ilmu Hubungan Masyarakat (Public Relations), pencitraan adalah sebuah seni untuk menciptakan atau merekayasa agar publik dapat mengenal suatu produk, nilai, atau sesuatu lainnya yang ingin diperkenalkan atau dijual dengan baik kepada publik sehingga publik dapat lebih mempercayai akan keunggulan produk, nilai, atau sesuatu yang hendak diperkenalkan atau dijual itu.

Kata pencitraan tak bisa dipisahkan dalam dunia Industri dimana kita akrab mengenal Istlah 4P yang terdiri dari Product (Produk), Price (Harga/Nilai), Promotion (Promosi), dan Placement (Penempatan).

Dalam menilik sekilas mengapa nama sang penguasa begitu identik dengan kata pencitraan, maka kita perlu salut dengan yang bersangkutan dan juga terutama kepada “tim yang berada di belakang layar” sang penguasa. Hal ini tentu sah-sah saja bila hal itu masih dalam masa-masa menjual atau dalam bahasa politiknya; masa-masa kampanye dimana publik sebagai objek pemasaran (placement) diharapkan tertarik dan memilih si penguasa (product).

Sementara, bila si “produk” berhasil meraih apa yang diinginkannya yaitu berhasil meraih hati publik yang telah memilihnya, maka tibalah saatnya bagi si “produk” untuk dapat mewujudkan keinginan publik tersebut dengan janji-janji yang telah berhasil meraih simpati publik yang telah memilihnya tersebut.


Tidaklah berbeda halnya dengan sebuah produk, katakanlah produk jasa seperti jasa Asuransi. Misalnya, seorang pemasar jasa asuransi dalam memasarkan produknya demikian getol dan bersemangat memburu orang-orang yang hendak menjadi target pemasaran produk perusahaan tempat si pemasar bernaung. Bila berhasil, maka itu berarti perusahaan asuransi dari si pemasar akan meraih keuntungan. Tetapi seperti kata orang, meraih lebih mudah daripada mempertahankan. Sewaktu si obyek atau konsumen asuransi suatu hari melakukan claim, maka perusahaan asuransi tersebut harus dapat mewujudkan apa-apa yang telah dijanjikannya sehingga mampu membuat si konsumen tertarik untuk menggunakan jasa perusahaannya.

Demikian juga dengan si penguasa yang telah berhasil menancapkan “brand awareness” tadi. Karena disitulah esensi terhadap kepercayaan tadi. Logikanya sama dengan claim konsumen asuransi saat mana ia menagih janji perusahaan asuransi. Bila perusahaan asuransi berhasil meyakinkan atau memuaskan si konsumen, maka tingkat kepercayaan konsumen itu tentu akan meningkat dan tidak mustahil untuk mengatakannya kepada teman-temannya sehingga produk dari perusahaan asuransi itu semakin dikenal luas atau bahkan mendapatkan “brand awarenes” publik. Sebaliknya, bila gagal mewujudkan janji-janjinya, bukanlah hal yang mustahil pula bahwa si konsumen akan complain atau bahkan membeberkan cela perusahaan asuransi tersebut kepada publik.

Bila kita melihat hal ini pada kasus demonstrasi yang terjadi pada tanggal 20-10-2010 kemaren, maka kita dapat mengerti mengapa publik melakukan hal demikian. Ketidakpuasanlah jawabannya. Hal demikian adalah hal yang wajar-wajar saja. Sayangnya, demonstrasi yang dilakukan bersifat anarkis. Tetapi hal itu sebaiknya menjadi teguran bagi penguasa. Saatnya sekarang publik menagih janji-janji penguasa. Saatnya “image” atau kemasan itu keluar dengan tindakan nyata. Pencitraan tanpa bukti adalah omong kosong. Pencitraan akan datang sendirinya dengan tindakan nyata seperti hal yang telah dilakukan oleh penguasa Chile, Sebastian Pinera. Kini citranya tidak saja semakin baik di negaranya, tetapi juga di dunia internasional, tidak saja membanggakan dirinya tetapi juga seluruh warganya. Harga diri dan martabat warga Chile pun otomatis terangkat.

Saatnya penguasa kita bertindak sebagai seorang negarawan.

Kebijakan Transportasi Publik Ibu Kota...Quo Vadiz?



Setiap kali akan melewati jalan Palmerah di perempatan Slipi, setiap kali pula hati selalu dongkol membayangkan betapa semrawut dan macetnya ujung jalan menuju pasar Palmerah gara-gara sekumpulan mikrolet yang kerap bercokol di sana. Selalu saja begitu. Dari waktu ke waktu tidak ada perubahan. Lebih mengherankan lagi, ada pak polisi yang kerap hadir di sana. Pernah suatu ketika, seorang aparat militer sampai turun dan menembakkan pelurunya ke udara mungkin karena sedemikian kesalnya dan terburu-buru.

Itu baru kawasan Palmerah, lalu bagaimana dengan kawasan-kawasan lainnya yang menjadi titik-titik pemberhentian atau istilahnya “ngetem” lainnya di ibu kota seperti di Lenteng Agung, Cilandak, Lebak Bulus dan lain sebagainya?

Berbicara mengenai mikrolet dan juga moda angkutan bis kota di ibu kota seakan tidak ada habisnya. Barangkali kalau pemerintah daerah DKI benar-benar serius mengatur kebijakan transportasi publik di ibu kota dengan menyediakan jasa layanan transportasi yang aman, nyaman dan ramah bagi warganya barangkali banyak warga tidak akan sampai membeli kendaraan sehingga semakin membuat Jakarta bertambah macet dari tahun ke tahun. Tetapi apa memang demikian? karena mungkin ada juga kepentingan bisnis di balik ‘pembiaran’ itu semua.

Bagi industri otomotif jelas, bahwa hal demikian merupakan peluang bagi mereka untuk semakin ekspansif menjual produk-produk mereka. Sementara, bagi pihak pengusaha kendaraan umum, kebijakan untuk menggusur usaha mereka tentu akan ditentang habis, demikian juga mereka yang hidup dari usaha itu seperti supir, kenek, timer, ‘preman’ seperti para oknum polisi di jalan Palmerah itu, dan para penjual onderdil serta banyak sektor ikutan lainnya.

Beberapa tahun yang lalu, saat Sutiyoso mencanangkan dan telah mengoperasikan layanan bus TransJakarta atau akrab disebut dengan Bus Way yang diadopsi dari negara Kolumbia, sebagian masyarakat pengguna jasa transportasi umum banyak berharap akan terjadi perubahan dan sedikit banyak akan mengatasi beberapa titik kemacetan yang disebabkan oleh transportasi umum di ibu kota. Namun, hampir tujuh tahun berjalan, karena seingat saya, Bus Way pertama kali resmi diluncurkan pada tanggal 15 Januari 2004 silam, sepertinya hanya menjadi harapan semata. Perubahan tidak terjadi malah, kebijakan itu seperti terlihat semakin memperaparah keadaan saja. Lihat saja suasana jalanan di sepanjang jalan Warung Buncit sekarang! :(

Lebih celaka lagi, banyak sarana Bus way yang tidak jelas kapan akan digunakan. Banyak diantaranya yang telah rusak seperti yang terlihat di sepanjang jalan MT. Haryono, Gatot Subroto, S. Parman, Ahmad Yani dan lain-lainnya. Demikian juga dengan rencana pembangunan monorail dimana tiang-tiangnya telah telanjur mengganggu keindahan di sepanjang jalan Rasuna Said dan Asia-Afrika.

Pertanyaan mendesak sekarang perlu kita pertanyakan kepada pengelola ibu kota, khususnya sektor transportasi umum, kapan? serius gak sih?

Kerinduan nan Sungkan




Sejenak ingat dirimu

Ingin rasanya kembali

menyapa dirimu

becanda seperti dulu lagi

tanpa jarak, tanpa prasangka

tertawa lepas, riang mengisi hari-hari …

Kini,

yang tersisa hanyalah sebuah kerinduan…

aku rindu…

begitu rindu….

kerinduan nan sungkan….

Aaaaaarghhh!!!

Musisi 80-an Sepertinya Harus Turun Gunung Lagi… (Catatan Pinggir “Live Performance” Fariz RM @Friday Jazz Night, Pasar Seni Ancol)



Foto: Neilstha Firman–80-an

Barangkali banyak pihak yang akan sepakat menyatakan bahwa salah satu era emas musik Indonesia itu terjadi pada era 80-an dimana suguhan musik-musik yang dihadirkan ke masyarakat begitu variatifnya, baik dari jenis musik maupun tematiknya. Masyarakat tentu masih ingat era lagu-lagu “menye-menye” ala Pance Pondaag, Obbie Messakh, Deddy Dores yang umumnya dirilis oleh label JK Records, begitu juga Rhoma Irama dan kawan-kawan dari musik dangdut, Krakatau, Karimata mewakili jazz fusion, God Bless, Makara dan lain-lain mewakili rock, hingga musik-musik pop progressive ala Fariz RM, Iwan Fals, Mus Mujiono, Oddie Agam dan banyak lagi.

Selain lagu-lagu pop sentimentil ala JK Records, umumnya musik-musik dari genre musik lainnya juga menghadirkan tematik yang menyuarakan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat seperti “Judi” yang dibawakan oleh Rhoma Irama, Makara dengan ‘Sangkakala”, “Fabel” dan tentu saja “Laron-laron”, Iwan Fals dengan “Wakil Rakyat”, “Bung Hatta”, “Kereta Tiba Pukul Berapa?” dan lain-lain, God Bless dengan “Kehidupan”, “Semut Hitam”, “Badut-badut Jakarta” dan masih banyak lagi yang bertutur atau menyentil situasi sosio-politik dan mampu mendeskripsikan kehidupan ‘wong cilik’ yang masih mayoritas di negeri ini. Sementara nama-nama seperti Fariz RM, Mus Mujiono, Oddie Agam dan kawan-kawan yang walaupun umumnya hadir dengan lagu-lagu bertema cinta, tetapi karena sajian musiknya yang ‘rancak’ dan variatif, maka karya-karya mereka itu masih asyik disimak hingga sekarang.

Membandingkan dengan lagu-lagu Indonesia sekarang yang umumnya ditampilkan oleh berbagai band pria, menurut saya, karya-karya band-band itu sepertinya hanya bertahan dalam waktu yang relatif singkat saja. Mungkin hal ini terjadi karena keseragaman tematik dan genre musik yang dihadirkan sehingga gampang membuat orang bosan. Terasa sekali dominasi industri musik sehingga band-band itu tampil sesuai dengan selera pasar yang sebenarnya mulai jenuh untuk tidak mengatakan sebagai sudah ‘jengah’. Musik Indonesia sekarang sepertinya hanya bicara soal kuantitas ekonomis saja.

Sebagai sebuah karya seni, musik sejatinya dapat menjadi salah satu inspirasi kehidupan, pembuai imajinasi inspiratif yang dapat mengiringi perjalanan kehidupan seorang penikmatnya. Musik-musik yang segar menurut saya akan dapat menjadi media hiburan yang membakar semangat seseorang dalam mengarungi kehidupannya. Namun begitu, ada juga upaya dari berbagai pemusik yang mencoba mencari alternatif untuk menyegarkan musik Indonesia dengan tampil secara independen seperti nama-nama band Koil, KJP dan lain-lain yang sayangnya, karena distribusi dan promosi yang terbatas, gaung mereka seperti tidak bergema sama sekali dibandingkan dengan ‘mainstream’ musik yang tengah “bertahta”.

Salah satu upaya lainnya dalam menyegarkan kembali musik Indonesia adalah dengan dengan menggiatkan kembali panggung-panggung musik yang menghadirkan berbagai musisi lintas zaman dan genre. Barangkali itulah salah satu alasan yang membuat Donny Hardono dengan Donny Sound System (DSS) -nya dan Pasar Seni Ancol menggelar kembali Friday Jazz Night di Pasar Seni Ancol yang sudah cukup lama tenggelam. Panggung musik ini yang walaupun bertitel Jazz menghadirkan berbagai musisi lintas genre. Sebulan yang lalu, panggung Pasar Seni menampilkan salah seorang musisi kharismatik Indonesia, Fariz RM yang didukung sejumlah musisi seperti gitaris Donny Suhendra, perkusionis Iwan Wiradz dan kawan-kawan yang tegabung dalam Anthology Band.

Pilihan untuk menampilkan musisi Fariz RM, menurut saya, adalah suatu hal yang sangat tepat sekali menuju upaya itu. Musisi multi-instrumentalis ini terasa istimewa menilik perjalanan karir bermusiknya yang telah menerbitkan sekitar 1700 karya musik selama rentang 30-an tahun karir bermusiknya ini. Selain itu, kiprah “pengembaraan”-nya di sejumlah band dan kerjasama dengan berbagai musisi lintas genre hingga “rangkap” jabatannya pada berbagai posisi instrumen musik di banyak group band, yang dilakukannya pada satu periode waktu tertentu mungkin menjadi alasan panitia menampilkannya.

Panggung ketika itu terasa sangat asyik dan mendekatkan para penikmat musik dengan para musisi yang tampil. Musisi tidak tampil dalam balutan selebritinya tetapi dalam kapasitasnya sebagai seniman hingga suasana yang tercipta “menyatu” seperti yang diinginkan Fariz RM saat mengawali penampilannya, “Saya menginginkan keakraban di sini dan semoga para penonton bisa “menyatu” menikmati karya-karya saya.” Tak lupa, Fariz juga mengajak para penonton untuk beramal sebagai bentuk kepeduliannya sebagai seorang warga negara Indonesia yang tengah dilanda musibah dan malam itu, para penonton mampu menggalang dana senilai 4 juta lebih. Setelah itu, para penonton “hanyut mengalir” menyimak dan bernyanyi bersama sang idola hingga tak terasa waktu berjalan hingga jam 10:30 saat panggung usai.



Fariz RM sendiri tampil prima layaknya dua puluhan tahun silam. Penonton juga mendapat kejutan dengan kemunculan tiba-tiba salah seorang musisi kharismatik Indonesia lainnya, Mus Mujiono yang hadir sebagai penonton. Fariz mendaulat sahabatnya itu untuk tampil bersama. “No, gue tahu loe ada di situ, ayo sini ke panggung,” ajak Fariz kepada Mus Mujiono. Dan penonton pun mendapatkan kepuasannya dengan penampilan “George Benson” Indonesia itu membawakan salah satu “lagu wajib”-nya, ‘Masquarade’.

Bagi saya, penampilan Fariz RM bersama Anthology Band menjadi sebuah ‘oase’ dahaganya saya akan penampilan musik-musik Indonesia berkualitas. Ditengah menikmati suguhan musik yang dihadirkan saya membayangkan musisi-musisi seperti Fariz RM, Mus Mujiono, dan lain-lainnya sepertinya memang harus “turun gunung lagi” dengan membuat karya-karya rekaman terbaru mereka sehingga karya-karya musik Indonesia kembali semarak.

Sebuah kejutan lagi bagi saya seolah menjawab apa yang ada di benak saya malam itu ketika Fariz RM melontarkan bahwa ia sedang bekerjasama dengan Erwin Gutawa untuk menggarap album terbarunya yang rencananya akan dirilis Januari 2011. Wah…Sangat ditunggu nih…:)

Rinus Michel, Total Football Belanda dan Barcelona



Rasanya para penggemar bola di dunia sekarang ini akan sepakat bila Barcelona disebut sebagai klub yang paling impresif dan menghibur. Apalagi bila menyaksikan bagaimana tim yang sekarang ditangani oleh Joseph Guardiola yang notabene adalah salah satu anak didik Johan Cruyff, seorang maestro Total Football yang pernah menangani klub Catalan tersebut pada akhir 80-an dan awal dekade 90-an, itu mampu membuat rival utamanya di tanah Spanyol, Real Madrid keteteran dan kemasukan lima gol tanpa balas saat kedua tim bertemu dalam laga klasik, El Clasico akhir November silam. Padahal seperti yang kita ketahui, Real Madrid saat ini ditangani oleh Jose Mourinho yang disebut tahu betul tentang rahasia dapur Barca karena ia adalah anak didik dari seorang meneer Belanda lainnya yang pernah menangani Barca, Louis van Gaal saat Mourinho menjadi penerjemah dan asisten sang meneer.

Gaya sepakbola Total Football Belanda itu ternyata juga mengilhami timnas Spanyol yang ironisnya mampu mengalahkan tuannya sendiri pada Final Piala Dunia Juli lalu. Pasalnya, di timnas Spanyol sekarang, bercokol banyak pemain Barcelona yang sekaligus menjadi pemain-pemain utama negeri matador itu. Mereka antara lain adalah kapten tim, Charles Puyol, duo maut lapangan tengah:Andreas Iniesta, Xavi Hernandez, Pedro dan lain-lain.

Ya, sepakbola ala Barcelona atau acap disebut juga dengan Barca ini memang sangat kental dengan sepakbola negeri kincir angin Belanda. Hal itu diakui sendiri oleh Cruyff, “Ya, saya pikir sangat fantastis bagi Spanyol karena menerima sesuatu yang bukan milik Anda (transfer ilmu “Total Football”). Tentu ini merupakan hasil proses panjang. Spanyol menyediakan sepak bola yang bagus untuk Belanda dan Barca.”

“Orang Catalonia yang sekarang berusia 45 atau 50 tahun mulai melihat sepak bola Belanda untuk pertama kalinya sekitar 36 tahun lalu, ketika saya masih bermain di sana. Kemudian pada tahun 1990-an, mereka kembali melihat (gaya sepak bola Belanda) pada Barcelona ketika saya melatih. Jadi, sepakbola Spanyol sekarang lebih Belanda ketimbang Spanyol. Mereka tumbuh dalam sepak bola Belanda,” lanjut Cruyff.

Johan Cruyff masih dianggap sebagai pelatih tersukses Barca sampai saat ini. Selama sembilan tahun membesut Barca (1987-1996). Ayah dari Jordy Cruyff, yang sempat merumput di Old Trafford itu, mampu memberikan 11 piala (empat gelar La Liga, satu piala Liga Champions, satu Piala Winners, satu Piala Raja, satu Piala Super Eropa dan tiga Piala Super Spanyol). Dengan catatan demikian, tak heran bila Barca selalu ‘patuh’ akan nasehat dan arahan Cruyff hingga saat ini. Kesuksesan Pep Guardiola sekarang tak lepas dari jasa meneer Belanda lainnya, Frank Rijkaard yang direkomendasikan Cruyff.

Barcelona adalah salah satu klub pelopor dibentuknya kompetisi La Liga atau Divisi Satu pada musim 1928/29, bersama dengan Real Madrid dan Athletic Bilbao. Barca berhasil menjadi juara pada musim pertama La Liga. Ketiga klub tersebut belum pernah terdegradasi sampai saat ini. Tapi dalam soal prestasi, hanya Real Madrid yang mampu menyaingi Barca. Baik Barca maupun Real Madrid menjadi dua klub tersukses di Spanyol, Eropa dan dunia.Barcelona bahkan selum pernah absen dalam berbagai kompetisi Eropa sejak tahun 1955, baik di Liga Champions, Piala UEFA, Piala Winners, sampai sekarang. Stadion Camp Nou adalah markas Barca yang mampu menampung sekitar 98.700 penonton.

Kapan Total Football Mulai Mempengaruhi Gaya Barcelona

Era sepakbola Belanda di Barcelona dimulai ketika Rinus Michel, si arsitek Total Football itu mulai merantau ke Spanyol dan berlabuh di Barcelona pada 1971 setelah sukses bersama Ajax Amsterdam. Anak didiknya di Ajax yang mampu menerjemahkan kemauan si arsitek, Cruyff menyusul dan mulai meraih sukses dengan meraih sukses pertamanya di tanah Spanyol dengan meraih gelar Liga Spanyol pada tahun 1974.

Johan Cruyff sendiri lebih dari satu dekade kemudian mengikuti sang guru untuk menakhodai Barca pada 1987 setelah sukses bersama Ajax dengan gelar Piala Winners Eropa. Cruyff pun kemudian membawa jenderal pertahanan timnas Belanda ketika itu, Ronald Koeman. Koeman lah yang menjadi penentu sukses Barca untuk merebut Piala Champions untuk pertama kalinya pada tahun 1992. Koeman yang terkenal dengan tendangan geledeknya itu mampu menjebol gawang salah satu kiper terbaik dunia masa itu, Pagliuca sekaligus membuyarkan harapan klubnya Sampdoria untuk meraih gelar Piala Champions untuk pertama kalinya.

Setelah tidak lagi menjadi pelatih, kerjasama Cruyff dan Belanda di Barca tetap berlanjut. Atas rekomendasi Cruyff, Louis van Gaal kemudian juga sempat melatih Barca dengan memboyong beberapa skuad Tim Oranye seperti Patrick Kluivert, Bogaard, Cocu, De Boer bersaudara dan lainnya. Dan terakhir adalah Frank Rijkaard. Rijkaard datang saat Barca dalam keadaan ‘runyam’. Sentuhan Rijkaard kemudian sukses memberikan gelar La Liga pada tahun keduanya dan mempersembahkan Champions Cup pada tahun 2006. Rijkaard masih dianggap sebagai bagian dari raihan prestasi Joseph Guardiola saat ini. Keindahan sepakbola Barca sekarang bermula dari hasil karya Rinus Michel. “Rome was not built in a night”. Ya, tidak ada kesuksesan dalam semalam. Semua keberhasilan merupakan akumulasi dari upaya berkelanjutan.

September 13, 2010

Pesona Jakarta dan "Laron-laron"





Secercah cahaya dalam kegelapan
dian menyala dan membagi terang
laron-laron terpesona datang menghampiri
namun hangus dalam nyala api dia yang panas membara oh oh wo woh….

namun dian tetap indah dan menyala megah
beribu laron datang lagi dan kembali musnah
tiada sadar bahaya dibalik keindahan berselubung berjuta kehangatan dan kenikmatan dunia wo hoo wo ho… wo wo wo ho….

reff :
apakah engkau juga laron yang terpedaya apakah engkau ingin jadi laron tertipu

laron-laron desa berduyun-duyun ke kota
menuju gemerlap lampu-lampu yang indah
dengan harapan dan impian tentang nirwana namun apa yang ditemui hanyalah sejuta kecewa

Lagu “Laron-laron” di atas adalah milik salah satu band terbesar tanah air yaitu Makara yang dirilis lebih dari dua dekade lalu. Lagu itu sangat pas menggambarkan fenomena urbanisasi yang terjadi di ibu kota. Barangkali lagu itu juga dimaksudkan sebagai kritik kepada para penyelenggara negara dari kelompok musik progressive rock itu melihat ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia saat itu sehingga banyak orang, termasuk penulis sendiri, dan juga sebagian Anda hehehehe, memilih tinggal dan bekerja di Jakarta.

Dua puluh tahun lebih kemudian, lagu tersebut ternyata masih sangat relevan dengan fenomena yang ada yaitu Jakarta yang semakin sesak. Biasanya, fenomena arus urbanisasi terjadi saat seusai mudik lebaran dimana para pemudik membawa para sanak dan handai taulan mereka untuk mengadu peruntungan di Jakarta. Jadi tak heran bila Jakarta yang biasanya lebih lengang di hari-hari lebaran, kini sepertinya nyaris tidak berubah sama sekali dimana kemacetan masih terjadi dimana-mana. Kalau sudah begitu, Anda bisa bayangkan bagaimana beban Jakarta selanjutnya seiring dengan arus balik para pemudik yang membawa serta para kerabat dan handai taulan mereka ke kota yang telah berusia lebih dari 450 tahun ini.

Mengapa Jakarta menjadi magnet?

Terdapat banyak alasan tentunya mengapa Jakarta menjadi pilihan. Bagi penulis pribadi, yang memang kebetulan telah lama menetap dan tinggal di Jakarta dimana diboyong oleh orang tua saat memasuki usia sekolah SMP yang tentunya telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan salah satu kota terpolusi terbesar di dunia ini. Sehingga, hal demikian juga menjadi suatu alasan dari penulis sendiri untuk tetap menyukai tinggal di kota ini walaupun dalam beberapa tahun belakangan ini penulis mulai mengeluhkan minimnya waktu untuk dapat menikmati diri sendiri dan bersosialisasi akibat kemacetan akut yang setiap hari ditemui.

Kemacetan itu tidak saja membuat jenuh tetapi juga telah menyebabkan menurunnya produktivitas penulis dengan kegiatan-kegiatannya. Tetapi, barangkali sama dengan Anda, mempertimbangkan untuk tinggal di kota lain? rasanya ada perasaan berat juga ya? Itu alasan dari penulis, lalu bagaimana dengan Anda dan juga para pendatang baru yang memilih mencoba peruntungannya di Jakarta ini? Lalu, apakah hubungan tulisan ini dengan lagu Makara di atas? Bagi penulis, lagu itu sekedar “reminder” saja bagi siapapun yang ingin datang ke Jakarta dan barangkali senafas juga dengan Makara yang hendak menyampaikan, bahwa pemerataan pembangunan memang belum terjadi di Indonesia tercinta ini. Pemerataan dimaksud bukan hanya masalah pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan dari berbagai dimensi lainnya. Sebab, berkaca dari pengalaman penulis saat ditempatkan di salah satu kota lainnya oleh perusahaan dimana dahulu penulis bekerja, ada “atmosfir” yang sangat berbeda memang. Intinya, memang pada pemerataan di segala bidang.

September 12, 2010

HALAL BIHALAL



a. Taubat (Tobat)

Al-Quran mengisyaratkan adanya dua pelaku tobat, yakni Allah dan manusia. Di sini dapat ditambahkan bahwa ada dua macam tobat (kembalinya)Allah. Pertama, lahir sebelum lahirnya tobat manusia secara aktual. Ketika itu ia baru dalam bentuk keinginan dan kesadaran tentang dosa-dosanya. Tobat pertama Tuhan ini antara lain tercermin dari firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 186,

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat...

Kata 'ibadi (hamba-hamba-Ku) baik yang ditulis dengan memakai
huruf Ya' (sebanyak 17 kali) maupun tidak (4 kali), semuanya
digunakan untuk menunjukkan hamba Allah yang taat atau yang
bergelimang di dalam dosa tetapi berkeinginan kembali
kepada-Nya.

Perhatikan firman-Nya:

Masuklah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku dan masuklah
ke dalam surga-Ku (QS Al-Fajr [89]: 29-30).

Dan firman-Nya:

Wahai hamba-hamba-Ku yang bergelimang dalam dosa (dan
telah menyadari dosanya sehingga ingin kembali),
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah (QS
Al-Zumar [39]: 53)

Surat Al-Baqarah ayat 186 di atas menjelaskan bahwa Allah
dekat dengan hamba-hamba-Nya, walaupun mereka masih
bergelimang dalam dosa dan maksiat tetapi telah memiliki
kesadaran untuk bertobat.

Tobat Allah (kembalinya Allah) terhadap yang berkeinginan
dekat kepada-Nya, lebih jelas terlihat pada ayat berikut:

Maka Adam menerima dan Tuhan-Nya (petunjuk) berupa
kalimat-kalimat, dan Dia bertobat (mengampuninya) (QS
Al-Baqarah [2]: 37).

Pemberian kalimat-kalimat itu memberi isyarat bahwa Allah
membuka pintu tobat-Nya, dan memberi taufik kepada mereka yang
berdosa, yang terketuk hatinya untuk kembali. "Penerimaan
kalimat-kalimat dari Tuhan" itulah yang mengantarkan Adam
mengajukan permohonan ampun kepada Allah.

Langkah pertama dari tobat Allah ini, antara lain dipahami
pula dari redaksi-redaksi fashilat (penutup) ayat-ayat yang
berbicara tentang tobat-Nya.

Perhatikanlah kedua ayat berikut ini:

Allah hendak menerangkan kepada kamu dan mengantarmu ke
jalan orang-orang sebelum kamu (para Nabi dan
orang-orang saleh) dan hendak menerima tobatmu. Allah
Maha Mengetahui lagi Bijaksana (QS Al-Nisa' [4]: 261.

Maka barangsiapa bertobat (di antara pencuri-pencuri
itu) sesudah melakukan kejahatannya, dan memperbaiki
diri, sesungguhnya Allah bertobat kepadanya (menerima
tobatnya). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS Al-Ma-idah [5]: 39).

Penutup surat An-Nisa ayat 26 mengisyaratkan langkah pertama
tobat Allah, yang dilakukan-Nya kepada mereka yang diketahui
terketuk hatinya atau memiliki kesadaran terhadap dosanya.
Langkah tersebut dilakukan oleh Allah karena Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu, termasuk bisikan-bisikan hati
manusia, dan karena Dia Maha Bijaksana. Dalam posisi inilah
Allah memberi petunjuk kepada Adam dengan kalimat-kalimat yang
wajar diucapkan untuk memohon ampun, karena betapapun, manusia
selalu membutuhkan petunjuk-Nya, lebih-lebih pada saat ia jauh
dari Allah Swt.

Penutup surat Al-Ma-idah juga berbicara tentang tobat A1lah,
tetapi kali ini dia benar-benar telah "tobat" (kembali) ke
posisi semula. Namun harus disadari bahwa hal ini baru terjadi
jika sang hamba yang berdosa bertobat dan memperbaiki diri.
Allah mendekatkan diri dan kembali ke posisi semula,
disebabkan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

b. Al-'Afw (Maaf)

Kata al-'afw terulang dalam Al-Quran sebanyak 34 kali. Kata
ini pada mulanya berarti berlebihan, seperti firman-Nya:

Mereka bertanya kepadamu tentang hal yang mereka nafkahkan
(kepada orang). Katakanlah, "al-'afw" (yang berlebih dari
keperluan) (QS Al-Baqarah [2]: 219).

Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Keduanya
menjadikan sesuatu yang tadinya berada di dalam (dimiliki)
menjadi tidak di dalam dan tidak dimiliki lagi. Akhirnya kata
al-'afw berkembang maknanya menjadi keterhapusan. Memaafkan,
berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam
hati.

Membandingkan ayat-ayat yang berbicara tentang tobat dan maaf,
ditemukan bahwa kebanyakan ayat tersebut didahului oleh usaha
manusia untuk bertobat. Sebaliknya, tujuh ayat yang
menggunakan kata 'afa, dan berbicara tentang pemaafan semuanya
dikemukakan tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari orang yang
bersalah. Perhatikan ayat-ayat berikut:

Allah mengetahui bahwa kamu tadinya mengkhianati dirimu
sendiri (tidak dapat menahan nafsumu sehingga
bersetubuh di malam hari bulan Ramadhan dengan dugaan
bahwa itu haram) maka Allah memaafkan kamu (QS
Al-Baqarah [2]: 187).

Allah memaafkan kamu, mengapa engkau memberi izin
kepada mereka, sebelum engkau mengetahui orang-orang
yang benar (dalam alasannya) dan sebelum engkau
mengetahui pula para pembohong? (QS Al-Tawbah [9]: 43).

Balasan terhadap kejahatan adalah pembalasan yang
setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat
baik, ganjarannya ditanggung oleh Allah (QS Al-Syura
[42]: 40).

Perhatikan juga firman-Nya dalam surat Ali-'Imran ayat 152 dan
155, juga Al-Maidah ayat 95 dan lOl. Ternyata tidak ditemukan
satu ayat pun yang menganjurkan agar meminta maaf, tetapi yang
ada adalah perintah untuk memberi maaf.

Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada
Tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah? (QS Al-Nur
[24): 22).

Kesan yang disampaikan oleh ayat-ayat ini adalah anjuran untuk
tidak menanti permohonan maaf dari orang yang bersalah,
melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta. Mereka yang
enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh
pengampunan dan Allah Swt. Tidak ada alasan untuk berkata,
"Tiada maaf bagimu", karena segalanya telah dijamin dan
ditanggung oleh Allah Swt.

Perlu dicatat pula, bahwa pemaafan yang dimaksud bukan hanya
menyangkut dosa atau kesalahan kecil, tetapi juga untuk dosa
dan kesalahan-kesalahan besar.

Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 51-52, berbicara tentang
pemaafan Allah bagi umat Nabi Musa a.s. yang mempertuhankan
lembu:

Dan (ingatlah) ketika Kami berjanji kepada Musa
(memberikan Taurat) sesudah empat puluh hari, lalu kamu
menjadikan anak lembu (yang dibuat dari emas) untuk
disembah sepeninggalnya, dan kamu adalah orang-orang
yang zalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan
kesalahanmu, agar kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]:
51-52).

c. Al-Shafh (Lapang Dada)

Kata al-shafh dalam berbagai bentuk terulang sebanyak delapan
kali dalam Al-Quran. Kata ini pada mulanya berarti lapang.
Halaman pada sebuah buku dinamai shafhat karena kelapangan dan
keluasannya.

Dari sini, al-shafh dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat
tangan dinamai mushafahat karena melakukannya menjadi
perlambang kelapangan dada.

Dari delapan kali bentuk al-shafh yang dikemukakan, empat di
antaranya didahului oleh perintah memberi maaf.

Perhatikan ayat-ayat berikut:

Apabila kamu memaafkan, dan melapangkan dada serta
melindungi, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
penyayang (QS Al-Thaghabun [64]: 14).

Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada! Apakah
kamu tidak ingin diampuni oleh Allah? (QS Al-Nur [24]:
22) .

Maafkanlah mereka dan lapangkan dada. Sesungguhnya
Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan
(terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya) (QS
Al-Ma-idah [5]: l3. Juga baca surat Al-Baqarah [2]:
lO9).

Ulama-ulama Al-Quran seperti Ar-Raghib Al-Isfahani menyatakan
bahwa al-shafa lebih tinggi kedudukannya dari al-'afw (maaf).
Pernyataan yang dikemukakan itu dapat dipahami melalui alasan
kebahasaan sebagai berikut.

Seperti dikemukakan terdahulu dari kata al-shafh lahirlah
shafhat yang berarti halaman. Jika Anda memiliki selembar
kertas yang ditulisi suatu kesalahan, lantas kesalahan itu
ditulis dengan pensil, Anda tentu dapat mengambil penghapus
karet untuk menghapusnya. Seperti demikianlah ketika Anda
melakukan 'afw (memberi maaf). Seandainya kesalahan pada
kertas itu ditulis dengan tinta, tentu Anda akan menghapusnya
dengan Tipp Ex agar tidak terlihat lagi, dan di sini Anda
melakukan takfir seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Betapapun Anda menghapus bekas kesalahan, namun pasti sedikit
banyak, lembaran tersebut tidak lagi sama sepenuhnya dengan
lembaran baru. Malah barangkali kertas itu menjadi kusut. Nah,
di sinilah letak perbedaan antara al-shafh yang mengandung
arti lapang dan lembaran baru dengan takfir. Al-Shafh menuntut
seseorang untuk membuka lembaran baru hingga sedikit pun
hubungan tidak ternodai, tidak kusut, dan tidak seperti
halaman yang telah dihapus kesalahannya.

Mushafahat (jabat tangan) adalah lambang kesediaan seseorang
untuk membuka lembaran baru, dan tidak mengingat atau
menggunakan lagi lembaran lama. Sebab, walaupun kesalahan
telah dihapus, kadang-kadang masih saja ada kekusutan masalah.

Tadi telah dikemukakan bahwa memberi maaf dilanjutkan dengan
perintah al-shafh. Perintah memaafkan tetap diperlukan, karena
tidak mungkin membuka lembaran baru dengan membiarkan lembar
yang telah ada kesalahannya tanpa terhapus. Itu sebabnya
ayat-ayat yang memerintahkan al-shafh tetapi tidak didahului
oleh perintah memberi maaf, dirangkaikan dengan jamil yang
berarti indah. Selain itu, al-shafh juga dirangkaikan dengan
perintah menyatakan kedamaian dan keselamatan bagi semua pihak
(perhatikan firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Hijr [15]: 85,
serta Al-Zukhruf [43]: 89):

Berlapang dadalah terhadap mereka dengan cara yang baik
(Al-Hijri [5]: 85).

Berlapang dadalah terhadap mereka dengan mengatakan
salam/kedamaian (QS Al-Zukhruf [43]: 84).

d. Al-Ghufran

Al-ghufran terambil dari kata kerja ghafara yang pada mulanya
berarti menutup. Rambut putih yang disemir hingga tertutup
putihnya disebutkan dengan ghafara asy-sya'ra. Dari akar kata
yang sama, lahir kata ghifarah, yang berarti sepotong kain
yang menghalangi kerudung sehingga tidak ternodai oleh minyak
rambut. Maghfirah Ilahi adalah "perlindungan-Nya dari siksa
neraka."

Dalam Al-Quran surat Ali Imran (3): 31 dinyatakannya bahwa,

Katakanlah, "Jika kamu benar-benar mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan menutupi
dosa-dosamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."

Kemudian dalam Al-Quran surat Al-Anfal (8): 29, dinyatakan,

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu
furqan (petunjuk membedakan yang hak dan yang batil),
dan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu, serta
yaghfir lakum (melindungi kamu dari siksa). Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.

Dari kedua ayat di atas terlihat, bahwa kata yaghfir bila
dirangkaikan dengan menyebutkan dosa, berarti menutup dosa
dengan sesuatu. Sedangkan bila tidak dirangkaikan dengan
menyebutkan dosa --sebagaimana ditunjukkan dalam surat
Al-Anfal ayat 29-- berarti melindungi manusia dari siksa atau
bencana. Baik dalam konteks pertama maupun konteks kedua,
ayat-ayat tersebut memperlihatkan bahwa ghufran (pengampunan
atau perlindungan) tidak dapat diperoleh kecuali setelah
memenuhi syarat-syarat tertentu.

Dari kedua ayat tersebut juga terbaca bahwa syarat penutupan
dosa dan perlindungan dari siksa adalah berbuat kebajikan. Di
sini terlihat salah satu perbedaan antara al-'afw (maaf)
dengan ghufran. Karena itu, ditemukan ayat yang menggabungkan
keduanya, yakni:

Hapuskanlah dosa kami, lindungilah kami, dan rahmatilah
kami (QS Al-Baqarah [2]: 286).

TAKFIR

Untuk menutup dosa dengan pekerjaan tertentu, Al-Quran juga
menggunakan istilah takfir. Kata ini, terambil dari kata
kaffara yang berarti menutup.

Al-Quran mempergunakan kata kaffara dengan berbagai bentuknya
sebanyak 14 kali (kecuali kaffarat), pelakunya ada1ah A11ah
Swt.

Yang empat kali itu selalu digandengkan dengan syarat
melakukan amal-amal saleh, atau upaya meninggalkan dosa-dosa
besar.

Perhatikan misalnya firman Allah:

Apabila kamu menghindari dosa-dosa besar yang dilarang
untuk melakukannya, akan Kami tutupi
kesalahan-kesalahanmu (QS Al-Nisa' [4]: 3l).

Orang-orang yang beriman dengan beramal saleh pasti
Kami tutupi kesalahan-kesalahan mereka ... (QS
Al-'Ankabut [29]: 7)

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beramal
saleh, ditutupi kesalahan-kesalahannya (QS Al-Taghabun
[64]: 9).

Dari keempat belas kali yang disebut itu, teramati pula tiga
belas di antaranya dirangkaikan dengan kata as-sayyiat yang
diterjemahkan sebagai kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa
kecil. Hanya satu ayat yang tidak menyebutkan kata as-
sayyiat, melainkan menggunakan istilah aswa' alladzi 'amilu
(perbuatan terjelek yang mereka lakukan), yang pada hakikatnya
dapat juga diartikan sebagai dosa-dosa kecil.

Nah, dari sini dapat dipahami bahwa dosa-dosa kecil seseorang
dapat ditoleransi oleh Allah Swt. akibat adanya amal-amal
saleh yang menutupinya .

Dalam konteks ini Nabi Saw. berpesan,

Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, dan
susulkanlah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan
itu menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak
yang baik. (HR At-Tirmidzi melalui sahabat Nabi Abu
Dzar).

Demikian sedikit dan banyak kesan yang dapat diperoleh dari
ayat-ayat Al-Quran berkaitan dengan halal-bihalal/maaf
memaafkan.

----------------
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

September 08, 2010

Inovasi Teknologi dan Surat Al-Alaq



Melihat fenomena kirim-mengirim ucapan Selamat Hari Idul Fitri tahun ini melalui media jaringan sosial seperti facebook semakin menyadarkan kita akan cepat dan masifnya dinamika inovasi teknologi saat ini. Kita jadi punya banyak pilihan dan semakin mempermudah urusan.

Namun demikian, inovasi teknologi juga membawa konsekwensi negatif yang bersifat multidimensional. Layanan pesan singkat (sms) melalui seluler dulu berhasil menggeser dominasi kartu-kartu ucapan seperti ucapan Selamat Lebaran dan sebagainya, hingga bahkan mampu menggilas keberadaan bisnis wartel. Sekarang, para operator seluler agaknya harus merelakan menurunnya pendapatan mereka dari pulsa-pulsa sms layanan mereka karena keberadaan jaringan sosial dunia maya.

Begitu juga di bidang penerbitan yang nantinya bukan tidak mungkin menjadi arus media utama dengan semakin maraknya keberadaan portal-portal virtual. Teknologi jugalah yang telah menggilas keberadaan toko-toko kaset/CD. Demikian juga dengan keberadaan toko-toko online yang sedikit banyak telah berimbas pada toko-toko konvensional karena sebagian orang malas bepergian akibat kemacetan, dan sebagainya. Dan bukan sesuatu yang mustahil pula nantinya, keberadaan kantor-kantor konvensional akan mengalami pergeseran.

Fenomena di atas semakin membuat kita sadar akan pentingnya inovasi dan kreativitas bila kita tidak ingin dilibas zaman. Fenomena di atas harusnya dilihat sebagai terciptanya berbagai peluang. Di sinilah peran visi dan kemampuan "membaca" (Iqra') kita perlukan. Ini jugalah yang membuat kita sadar bahwa perintah Allah SWT kepada Rasul-Nya Baginda Rasulullah melalui surat pertama yang diturunkan-Nya yaitu Surat Al-Alaq benar adanya. Apa pun fenomena yang terjadi berupa rencana dan ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia dan semakin menyadarkan kita bahwa Allah itu memang ada.

Akhlak Islami



Akhlak Islami tampaknya semakin hari semakin pudar, etos Akhlak Islam ini sulit di aplikasikan karena memang tidak dijadikan standar baku dalam pendidikan modern khususnya bagi umat Islam di Indonesia.
Cukup bagi kita sebuah ayat Al-Qur'an yang mengukapkan kemulian akhlak/perangai Nabi Saw. dan hal ini sebenarnya menjadi acuan pentingnya mengaplikasikan akhlak mulia minimal semampu kita.

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

" Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. AL-Qalam: 4)

I. APA AKHLAK ITU ?

Akhlak adalah suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal atau pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Versi lainnya mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah:
1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, dan telah menjadi kepribadiannya.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa dipikir terlebih dahulu. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan bisa saja dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan sendiri.
4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau bersandiwara.
5. Akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Contohnya seseorang yang terbiasa makan dan minum dengan tangan kirinya, maka dimanapun, dan dalam keadaan bagaimanapun ia akan spontan makan dan minum menggunakan tangan kirinya. Orang yang terbiasa menjelekan orang lain (ghibah), tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain), dan lainnya, maka dimanapun berada mereka tidak akan berubah, meskipun di dalam mesjid, atau di masjidil Haram sekalipun.

II. Perbedaan Antara Akhlak Islam, Etika dan Moral

Etika adalah salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut. Sedangkan justifikasi baik buruknya suatu perbuatan, parameternya adalah akal pikiran. Sedangkan moral berarti baik atau buruknya satu perbuatan dan kelakuan seseorang yang akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa baik buruknya suatu tindakan, secara moral hanya bersifat lokal.
Penggunaan istilah etika, moral, norma ataupun nilai sering disamakan dengan istilah akhlak, namun jika diteliti ternyata antara etika, moral maupun akhlak terdapat perbedaan dan persamaan. Persamaan antara akhlak, etika dan moral terletak pada obyek, yakni sama-sama membahas baik-buruknya tingkah laku manusia. Sedangkan perbedaannya terletak pada parameternya. Kalau etika menggunakan parameter akal fikiran, moral menggunakan tolak ukur adat istiadat satu masyarakat atau kebudayaan tertentu. Sedangkan akhlak menggunakan parameter agama, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. sedangkan perbedaanya akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur Qur’an dan Sunnah. Perbedaan secara khusus, moral lebih bersifat praktis, dan bersifat lokal, sedangkan sedangkan etika lebih bersifat universal dengan kata lain berlaku di setiap daerah bahkan di semua kebudayaan tertentu. Contohnya, mencuri, korupsi, memukul dan lainnya oleh pandangan etika menurut adat dan kebudayaan dimanapun dianggap tercela dan buruk.

III. Tujuan Akhlak Islam

Akhlaq Islam bukanlah semata-mata anjuran menuju perbaikan nilai kehidupan manusia didunia, tapi ia memberikan dampak bagi kehidupannya di akhirat. Seseorang yang berakhlaq baik tentunya akan mendapat ganjaran pahala, dan sebaliknya orang yang berakhlaq buruk pasti ia akan merasakan adzab Allah Swt yang sangat pedih. Seorang yang senantiasa mengucapkan kata-kata yang baik, misalnya, tentunya baik buat dirinya dan orang lain di dunia ini dan juga mendapatkan ganjaran pahala yang akan menambah berat timbangan amal sholehnya di hari akhirat kelak. Dan seorang pengumpat, pencaci, penghasud tentunya akan memberikan akibat buruk bagi dirinya dan orang lain didunia dan melicinkan jalannya untuk menikmati siksa Allah di neraka kelak.
Suka atau tidak, mau ataupun tidak mau, senang atau tidak, seorang muslim haruslah berakhlak yang baik dengan tuntunan yang telah dijelaskan dengan gamblang oleh Al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Akhlak Islam tidak saja meliputi gerak langkah saja, namun hatipun harus berakhlak, fikikiranpun harus pula berakhlak.


Oleh: Kang Ackmanz/Akhlak Muslim on Facebook

September 07, 2010

Hati-hati Dengan Hati



" Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan menjadi baik semuanya, dan apabila segumpal daging itu jelek, maka akan jeleklah semuanya, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Macam-macam hati

Hati merupakan bagian terpenting dalam tubuh manusia. Hati ini tidak akan terlepas dari tanggung jawab yang dilakukannya kelak di akhirat, sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya." (Al-Isra: 36).

Dalam tubuh manusia kedudukan hati dengan anggota yang lainnya adalah ibarat seorang raja dengan seluruh bala tentara dan rakyatnya, yang semuanya tunduk di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan bekerja sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

1. Hati yang sehat

Yaitu hati yang terbebas dari berbagai penyakit hati. Firman Allah: "(Yaitu) di hari yang harta dan anak-anak tidak akan bermanfaat kecuali siapa yang datang mengharap Allah dengan membawa hati yang selamat." (Asy-Syura: 88-89).
Ayat ini sangatlah mengesankan, di sela-sela harta benda yang diburu dan dikejar-kejar orang, dan anak-anak laki-laki yang sukses dengan materinya dan sangat dibanggakan, ternyata itu semua tidak akan memberi manfaat kecuali siapa yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat.

Yaitu selamat dari semua nafsu syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah dan laranganNya, dan dari semua syubhat yang memalingkan dari kebenaran, selamat dari peribadatan dan penghambaan diri kepada selain Allah, selamat dari berhukum dengan hukum yang tidak diajarkan oleh Allah dan RasulNya, dan mengikhlaskan seluruh peribadatannya hanya karena Allah, iradahnya, kecintaannya, tawakkalnya, taubatnya, ibadah dalam bentuk sembelihannya, takutnya, raja'nya, diikhlaskannya semua amal hanya kepada Allah.

Apabila ia mencintai maka cintanya karena Allah,
apabila ia membenci maka bencinya karena Allah,
apabila ia memberi maka memberinya karena Allah,
apabila menolak maka menolaknya karena Allah.

Dan tidak hanya cukup dengan ini, sampai ia berlepas diri dari semua bentuk keterikatan dan berhukum yang menyelisihi contoh dari Rasulullah. Maka hatinya sangat tertarik dengan ikatan yang kuat atas dasar mengikuti jejak langkah Rasulullah semata, dan tidak mendahulukan yang lainnya baik ucapan maupun perbuatannya.

Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Hujurat: 1).

2. Hati yang sakit

Yaitu kebalikan dari hati yang sehat, hati yang tidak mengenal dengan Rabbnya, tidak melakukan ibadah sesuai dengan apa yang perintahkanNya, dicintaiNya dan diridhaiNya. Bahkan selalu memperturutkan nafsu dan syahwatnya serta kenikmatan dan hingar bingarnya dunia, walaupun ia tahu bahwa itu amatlah dimurkai oleh Allah dan dibenciNya.
Ia tidak pernah peduli tatkala memuaskan diri dengan nafsu syahwatnya itu diridhaiNya atau dimurkaiNya, dan ia menghambakan diri dalam segala bentuk kepada selain Allah.

Apabila ia mencintai maka cintanya karena nafsunya, apabila ia membenci maka bencinya karena nafsunya, apabila ia memberi maka itu karena nafsunya, apabila ia menolak maka tolakannya atas dasar nafsunya, maka nafsunya sangat berperan dalam dirinya, dan lebih ia cintai daripada ridha Allah.

Orang yang demikian menjadikan hawa nafsu sebagai imamnya, syahwat sebagai komandannya, kebodohan menjadi sopirnya, dan kelalaian sebagai tunggangan dan kendaraannya. Pikirannya hanya untuk mendapatkan dunia yang menipu ini dan dibuat mabuk oleh nafsu untuk mendapatkannya,ia tidak pernah meminta kepada Allah kecuali dari tempat yang jauh. Tidak membutuhkan nasihat-nasihat dan selalu mengikuti langkah-langkah syetan yang selalu merayu dan menggodanya.
Maka bergaul dengan orang seperti ini akan mencelakakan kita, berkawan dengannya akan meracuni kita, dan duduk dengannya akan membinasakan kita.

3. Hati yang mati

Yaitu kebalikan dari hati yang sehat, hati yang tidak mengenal dengan Rabbnya, tidak melakukan ibadah sesuai dengan apa yang perintahkanNya, dicintaiNya dan diridhaiNya. Bahkan selalu memperturutkan nafsu dan syahwatnya serta kenikmatan dan hingar bingarnya dunia, walaupun ia tahu bahwa itu amatlah dimurkai oleh Allah dan dibenciNya.
Ia tidak pernah peduli tatkala memuaskan diri dengan nafsu syahwatnya itu diridhaiNya atau dimurkaiNya, dan ia menghambakan diri dalam segala bentuk kepada selain Allah.

Apabila ia mencintai maka cintanya karena nafsunya, apabila ia membenci maka bencinya karena nafsunya, apabila ia memberi maka itu karena nafsunya, apabila ia menolak maka tolakannya atas dasar nafsunya, maka nafsunya sangat berperan dalam dirinya, dan lebih ia cintai daripada ridha Allah.

Orang yang demikian menjadikan hawa nafsu sebagai imamnya, syahwat sebagai komandannya, kebodohan menjadi sopirnya, dan kelalaian sebagai tunggangan dan kendaraannya. Pikirannya hanya untuk mendapatkan dunia yang menipu ini dan dibuat mabuk oleh nafsu untuk mendapatkannya,ia tidak pernah meminta kepada Allah kecuali dari tempat yang jauh. Tidak membutuhkan nasihat-nasihat dan selalu mengikuti langkah-langkah syetan yang selalu merayu dan menggodanya.
Maka bergaul dengan orang seperti ini akan mencelakakan kita, berkawan dengannya akan meracuni kita, dan duduk dengannya akan membinasakan kita.

Kita memang harus berhati-hati dengan hati kita karena tentunya kita tidak ingin hidup dengan hati yang sakit apatahlagi dengan hati yang mati. Bulan Ramadhan yang akan segera meninggalkan kita ini adalah salah satu kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada para hamba-Nya untuk dapat menengok kedalam diri kita (intropeksi) dan melakukan konsolidasi agar di bulan-bulan lainnya kita menjadi manusia yang lebih baik lagi dan syukur-syukur dapat benar-benar fitri lahir-bathin (reborn) dan memperoleh derajat taqwa dan ikhsan sehingga kita memang pantas merayakan hari raya Idul Fitri ini. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan bathin...

Sumber: hajiumroh.com

September 06, 2010

Antara Riba dan Zakat


Foto: Uangnya mas Donny "Mbung 80an".

Secara bahasa ada kemiripan arti dan makna antara riba dan zakat, yaitu sama-sama bertambah. Hanya saja, riba itu tambahan yang bersifat batil. Karena itu, tidak diridai Allah sehingga jika dilakukan akan berakibat kehancuran serta kerusakan hidup (QS. Al-Baqarah [2]: 275 dan QS. Ar-Rum [30]: 39).

Dan jika ada orang, kelompok, atau bangsa tetap saja melaksanakan kegiatan riba, padahal sudah diketahuinya bahwa riba/bunga itu haram, maka dianggap sama dengan menentang atau mengajak berperang dengan Allah SWT.

Perhatikan firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 279, “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya-Nya.”

Sebaliknya, mengeluarkan zakat yang walaupun secara lahiriah kelihatannya akan mengurangi harta, tetapi ternyata justru sebaliknya, akan menyucikan, mengembangkan, dan memberkahkan harta yang dimiliki.

Perhatikan firman-Nya dalam QS. Ar-Rum [30] ayat 39, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat-gandakan (pahalanya).”

Dan QS At-Taubah [9] ayat 103, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Terlebih lagi, jika sudah mampu mengeluarkan sedekah atau infak, yaitu mengeluarkan harta untuk kebaikan di luar zakat, akan lebih mengembangkan harta yang dimiliki, di samping akan menyucikan hati dan pikiran. Rasululah SAW bersabda, “Tidak akan pernah berkurang harta yang dikeluarkan sedekahnya.” (HR Thabrani)

Sebagai bangsa yang sering menyatakan diri sebagai bangsa yang religius, sudah sepantasnya kita berusaha seoptimal mungkin untuk menjauhkan diri dari sistem ribawi dalam segala bidang kehidupan, terutama kegiatan ekonomi, karena hanya akan melahirkan kerusakan dan kesenjangan.

Sebaliknya, terus-menerus mengoptimalkan pengumpulan dan pendaya-gunaan zakat, yang di samping akan mengembangkan harta, juga akan mampu mengurangi angka kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mari kita renungkan firman Allah dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 276, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”

Sumber: Mimbar Jum'at

Adab Berhari Raya



Tak terasa, sebentar lagi umat Islam di seantero jagad akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Inilah, hari kemenangan bagi mereka yang berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Semua umat Muslim bersuka cita menyambut datangnya hari raya.

Umat Muslim di berbagai tempat, daerah, dan negara memiliki tradisi masing-masing dalam menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri. Namun, intinya pada saat hari raya, setiap keluarga bisa berkumpul, saling mengunjungi, dan bersilaturahim, serta saling memaafkan.

Agar Idul Fitri 1431 H benar-benar bermakna, sebaiknya seorang Muslim hendaknya memperhatikan adab berhari raya. Rasulullah SAW telah memberi contoh dan teladan tentang adab berhari raya.

Dalam Kitab Mausuu’atulAadaab Al-Istaamiyyah, Syekh Abdul Azis bin Fathi As-Sayyid Nada menjelaskan adab berhari raya secara rinci.

1. Niat yang benar

Niat yang benar merupakan dasar dari semua urusan. “Wajib bagi seorang Muslim menghadirkan niat yang benar dalam segala perkara berkaitan dengan hari raya, seperti berniat ketika keluar rumah untuk shalat demi mengikuti Nabi SAW, ” ungkap Syekh Sayyid Nada.

2. Mandi

Pada hari Idul Fitri hendaknya setiap Muslim mandi. Sehingga, dapat berkumpul bersama kaum Muslimin Lainnya dalam keadaan bersih dan wangi. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa ia mandi pada hari raya Idul Fitri, sebelum berangkat ke tempat shalat. (HR Malik dalam kitab al-Muwaththa).

3. Memakai wewangian

Saat akan shalat Idul Fitri, hendaknya setiap Muslim memakai wewangian dan dalam keadaan bersih.

4. Memakai pakaian baru

Menurut Syekh Sayyid Nada, jika seseorang mampu, disunahkan memakai pakaian baru pada hari raya Idul Fitri. Hal itu menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT dan menunjukkan kegembiraan pada hari raya. Ibnu Umar RA memakai pakaian terbaiknya pada kedua hari raya. (HR. Al-Baihaki).

5. Mengeluarkan zakat fitrah sebelum melaksanakan shalat.

Sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, seorang Muslim wajib mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat untuk menggembirakan fakir-miskin dan orang yang membutuhkan pada hari Id tersebut. Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat. (HR Bukhari-Muslim).

6. Makan sebelum berangkat dari rumah pada hari raya Idul Fitri.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW sebelum berangkat shalat pada hari raya Idul Fitri memakan kurma terlebih dahulu. Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi SAW tak berangkat shalat Idul Fitri kecuali setelah makan, sedangkan beliau tidak makan pada hari raya Idul Adha, kecuali setelah pulang dan makan dari hewan kurbannya. (HR at-Tirmidzi)

7. Bersegera menuju tempat shalat.

Pada hari raya Idul Fitri, hendaknya setiap Muslim bergegas menuju tempat dilakukannya shalat Id.

8. Keluarnya wanita ke tempat shalat.

Menurut Syekh Sayyid Nada, wanita dianjurkan untuk keluar menuju tempat shalat walaupun sedang haid. Sehingga, mereka dapat menyaksikan dan mendapat kemuliaan hari raya serta merasakan kebahagiaan bersama orang Lain.

Meski begitu, hendaknya wanita yang haid memisahkan diri dari tempat shalat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim, Nabi SAW memerintahkan gadis-gadis pingitan, anak-anak, serta wanita haid untuk keluar, namun wanita haid yang menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Mukminin, hendaklah mereka memisahkan diri dari tempat shalat.

9. Anak-anak juga keluar untuk shalat.

Ibnu Abbas RA berkata, “Aku keluar bersama Nabi SAW pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, kemudian beliau shalat dan berkhutbah… ” (HR Bukhari-Muslim). Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaknya anak-anak ikut keluar sehingga mereka ikut merasakan kebahagiaan hari raya, bersenang-senang dengan pakaian baru, keluar ketempat shalat, dan menyaksikan jamaah kaum Muslimin walaupun mereka tidak shalat karena masih kecil.

10. Keluar untuk shalat dengan berjalan kaki.

Keluar berjalan kaki untuk shalat termasuk sunah. Sebagaimana Nabi SAW keluar pada dua hari raya dengan berjalan kaki, shalat tanpa azan dan iqamat, dan pulang berjalan kaki melalui jalan lain. (HR Ibnu Majah). Perbuatan inilah yang disukai selama tak memberatkan orang yang shalat.

11. Bertasbih dengan suara keras sampai ke tempat shalat.

Disunahkan bertasbih mulai dari keluar rumah sampai ke tempat shalat. Hal ini untuk menunjukkan syi’ar Islam.

12. Bersalaman dan saling mengucapkan selamat di antara orang yang shalat.

Bersalaman dan saling mengucapkan selamat akan membahagiakan jiwa yang merasa gembira pada hari Id. Bisa pula sambil mengucapkan, “Semoga allah menerima amal kami dan amal kalian.”

13. Bersilaturahim.

Menjalin silaturahim wajib pada setiap waktu. Namun, semakin dianjurkan pada saat hari raya Idul Fitri. Sehingga, semua anggota keluarga bisa senang dan bisa merasakan kebesaran hari raya itu.

14. Saling bertukar hadiah dan makanan.

Sudah menjadi tradisi, pada hari raya setaip tetangga bertukar makanan dan hidangan. Bahkan, dianjurkan untuk memberikan hadiah bagi mereka yang tak mampu.

Sumber: Halaman Tuntunan Tabloid Republika, 3 September 2010