August 29, 2010
Obsesi Ramadhan
Menjelang akhir Ramadhan, seharusnya kaum muslimin meninggalkan kehidupan dunia, seperti yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, dan waktunya hanya digunakan beribadah dan bertaqarrub kepada Azza wa Jalla. Tidak lagi disibukkan memikirkan tentang dunia, yang tidak memiliki arti apa-apa dihadapan Allah Ta’ala. Mengejar maghfirah-Nya.
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS, Al-Imran : 133).
Betapa Allah Azza wa Jalla telah memberikan balasan (jaza') yang tak terhitung nilainya, bagi siapa saja yang dengan tulus-ikhlas, beribadah dan memohon ampunan dari Rabbnya, dan akan mendapatkan balasan berupa surga, yang luasnya seluas langit dan bumi, khususnya bagi mereka yang bertaqwa. Seharusnya kaum muslimin berusaha semakin setulus-tulusnya untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) dari Rabbul Alamin, dan menjadi orang-orang yang muttaqin (bertakwa) dengan ganjaran, yang digambarkan berupa surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Karena di akhir Ramadhan ada saat 'Lailatur Qadr', di mana Allah Rabbul Alamin akan memberikan ampunan bagi hamba yang bertaqwa.
Bandingkan dengan usaha-usaha manusia yang terobsesi dengan materi dan kenikmatan dunia, dan menghabiskan waktunya hanya untuk mengejar dunia? Berapa materi yang didapatkan oleh manusia selama ia hidup dan bekerja di dunia itu? Bandingkan dengan jaminan dan balasan dari Allah Azza Wa Jalla yang melebihi apa yang didapatkan manusia di dunia. Tidak ada artinya dibandingkan dengan semua yang akan diberikan Allah itu, dibandingkan dengan yang diperoleh manusia.
Manusi hanyalah produktif dan dapat menikmati kehidupannya sebatas umur 50 tahun, sesudah itu, kondisi fisik manusia sudah tidak efektif untuk dapat menikmati kehidupan dunia. Semua yang didapatkan di dunia akan ditinggalkannya. Isteri, anak keturunan, rumah, kendaraan, dan segala harta benda, semuanya akan ditinggalkan. Manusia akan mati.
Manusia hanya akan menempati tempat yang sangat sempit yang bernama alam kubur, yang luasnya tidak lebih dari 1 X 2 yang bersifat kekal. Sebaliknya, kehidupan akhirat akan kekal selamanya. Betapa bahagianya bagi mereka yang mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya, dan ditempatkan surga-Nya?
“Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”. (QS, Al-Imram : 136).
Tradisi muslim di Indonesia sangat paradok dengan ajaran Islam. Menjelang akhir Ramadhan mereka bukan lagi justru meningkatkan ibadahnya. Tetapi, yang terus membayangi dalam benak mereka adalah jenis pakaian apa yang akan dipakai saat lebaran (Idul Fitri) nanti? Atau jenis makanan apa yang akan disiapkan menghadapi lebaran (Idul Fitri) nanti? Atau jenis kendaraan (mobil) yang akan digunakan berkunjung dan silaturrahim ke keluarga, sanak-famili dan handai taulan, serta para kerabat dan kolega? Seakan setiap lebaran menjadi parade ‘pamer’ kemewahan, bukan lagi menjadi saat untuk pamer ‘ketaqwaan’ dihadapan sesama muslim.
Karena itu, yang paling sibuk saat menjelang akhir Ramadhan adalah kantor-kantor, pasar, mall, plaza, yang menjadi menu utama pembicaraan hanyalah persiapan menjelang lebaran. Semuanya berkaitan dengan kehidupan duniawi, yang tidak mempunyai relasi dengan kehidupan akhirat. Tidak memiliki relasi dengan tingkat ketaqwaan seseorang dihadapan Allah Azza Wa Jalla. Karena itu, tak heran, kehidupan kaum muslimin semakin carut-marut, hina, tidak memiliki kemuliaan (izzah) dihadapan musuh-musuhnya. Karena, hakekatnya di dalam dada dan sanubari mereka telah tertanam dalam-dalam budaya materialisme, dan bahkan mereka sudah menyembah materi, serta menjadikan materi sebagai sesembahan mereka.
Materi sudah menjadi ‘tuhan-tuhan’ kecil, yang menguasai seluruh hidupnya. Maka tak heran mereka untuk memenuhi kehidupan duniawinya, tak segan-segan mengikuti bisikan syetan, dan berbuat maksiat melanggar semua aturan dan ketentuan Allah Rabbul alamin, dan tidak mau tunduk dan patuh, karena mereka sudah terjerumus kedalam kehidupan materialisme itu.
Sumber: Yusuf Mansur Network on Facebook
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment