December 28, 2010

Tentang Pencitraan


Pencitraan. Ya kata ini sedemikian akrab dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Kata ini mungkin menjadi kata yang sangat dekat hubungannya dengan penguasa negeri. Ingat nama seorang penguasa, ingat dengan kata pencitraan. Dengan demikian sang penguasa sudah begitu bagus menancapkan “brand awareness” (kesadaran merek/image) kepada publik. Mengapa demikian?

Dalam ilmu Hubungan Masyarakat (Public Relations), pencitraan adalah sebuah seni untuk menciptakan atau merekayasa agar publik dapat mengenal suatu produk, nilai, atau sesuatu lainnya yang ingin diperkenalkan atau dijual dengan baik kepada publik sehingga publik dapat lebih mempercayai akan keunggulan produk, nilai, atau sesuatu yang hendak diperkenalkan atau dijual itu.

Kata pencitraan tak bisa dipisahkan dalam dunia Industri dimana kita akrab mengenal Istlah 4P yang terdiri dari Product (Produk), Price (Harga/Nilai), Promotion (Promosi), dan Placement (Penempatan).

Dalam menilik sekilas mengapa nama sang penguasa begitu identik dengan kata pencitraan, maka kita perlu salut dengan yang bersangkutan dan juga terutama kepada “tim yang berada di belakang layar” sang penguasa. Hal ini tentu sah-sah saja bila hal itu masih dalam masa-masa menjual atau dalam bahasa politiknya; masa-masa kampanye dimana publik sebagai objek pemasaran (placement) diharapkan tertarik dan memilih si penguasa (product).

Sementara, bila si “produk” berhasil meraih apa yang diinginkannya yaitu berhasil meraih hati publik yang telah memilihnya, maka tibalah saatnya bagi si “produk” untuk dapat mewujudkan keinginan publik tersebut dengan janji-janji yang telah berhasil meraih simpati publik yang telah memilihnya tersebut.


Tidaklah berbeda halnya dengan sebuah produk, katakanlah produk jasa seperti jasa Asuransi. Misalnya, seorang pemasar jasa asuransi dalam memasarkan produknya demikian getol dan bersemangat memburu orang-orang yang hendak menjadi target pemasaran produk perusahaan tempat si pemasar bernaung. Bila berhasil, maka itu berarti perusahaan asuransi dari si pemasar akan meraih keuntungan. Tetapi seperti kata orang, meraih lebih mudah daripada mempertahankan. Sewaktu si obyek atau konsumen asuransi suatu hari melakukan claim, maka perusahaan asuransi tersebut harus dapat mewujudkan apa-apa yang telah dijanjikannya sehingga mampu membuat si konsumen tertarik untuk menggunakan jasa perusahaannya.

Demikian juga dengan si penguasa yang telah berhasil menancapkan “brand awareness” tadi. Karena disitulah esensi terhadap kepercayaan tadi. Logikanya sama dengan claim konsumen asuransi saat mana ia menagih janji perusahaan asuransi. Bila perusahaan asuransi berhasil meyakinkan atau memuaskan si konsumen, maka tingkat kepercayaan konsumen itu tentu akan meningkat dan tidak mustahil untuk mengatakannya kepada teman-temannya sehingga produk dari perusahaan asuransi itu semakin dikenal luas atau bahkan mendapatkan “brand awarenes” publik. Sebaliknya, bila gagal mewujudkan janji-janjinya, bukanlah hal yang mustahil pula bahwa si konsumen akan complain atau bahkan membeberkan cela perusahaan asuransi tersebut kepada publik.

Bila kita melihat hal ini pada kasus demonstrasi yang terjadi pada tanggal 20-10-2010 kemaren, maka kita dapat mengerti mengapa publik melakukan hal demikian. Ketidakpuasanlah jawabannya. Hal demikian adalah hal yang wajar-wajar saja. Sayangnya, demonstrasi yang dilakukan bersifat anarkis. Tetapi hal itu sebaiknya menjadi teguran bagi penguasa. Saatnya sekarang publik menagih janji-janji penguasa. Saatnya “image” atau kemasan itu keluar dengan tindakan nyata. Pencitraan tanpa bukti adalah omong kosong. Pencitraan akan datang sendirinya dengan tindakan nyata seperti hal yang telah dilakukan oleh penguasa Chile, Sebastian Pinera. Kini citranya tidak saja semakin baik di negaranya, tetapi juga di dunia internasional, tidak saja membanggakan dirinya tetapi juga seluruh warganya. Harga diri dan martabat warga Chile pun otomatis terangkat.

Saatnya penguasa kita bertindak sebagai seorang negarawan.

No comments:

Post a Comment