January 15, 2010

Tentang Optimisme



“ …Akan kucoba susuri semua kegelapan yang terengkuh dalam asa…. Akan kucoba arungi semua kenikmatan yang menghuni dunia….. Walau kini ku sadar kemana tujuanku... Mencari diri berbaur satu… Walau tak ada arah penunjuk jalan itu… Kusongsong jua hari depan hidupku…..” (Legenda Masa Depan, Album Laron-Laron 1987, Makara Band)

Orang-orang besar dan sukses yang pernah dicatat dalam sejarah peradaban manusia adalah pribadi-pribadi yang ‘keukeuh’ dan konsisten dengan jalan yang ditempuhnya. Anda mungkin pernah membaca kisah Thomas Alfa Edison, si penemu listrik itu. Penemuannya berhasil setelah memakan waktu lama dan beberapa kegagalan. Begitu juga dengan Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat yang berhasil mempersatukan rakyat Amerika Serikat itu. Lincoln menjalani hidup dengan berbagai badai cobaan yang menerpanya. Namun Lincoln memang terlahir sebagai seorang pemenang. Kuncinya adalah optimisme, sehingga, baik Edison maupun Lincoln tetap konsisten mencapai tujuan yang diinginkan mereka. Kedua nama itu seringkali banyak menginspirasi para motivator pemasaran mutakhir.

Optimisme, berpikir positif adalah sebuah formula. Sebuah paradigma. Sebuah kerangka pikiran. Sebuah sistem cara berpikir. Memandang sesuatu dari segi baiknya saja, kendati orang lain menganggapnya buruk. Orang optimis biasanya lebih mungkin bisa mencapai yang ia inginkan dibandingkan dengan orang pesimis, yaitu orang yang melihat sesuatu dari sisi buruk. Orang pesimis telah gagal, bahkan sebelum mulai sesuatu. Orang pesimis sebenarnya “telah mati” sebelum ia mati. Sebaliknya, orang optimis telah berhasil, bahkan sebelum ia memulai pekerjaannya. Orang optimis selalu berkeyakinan bahwa akan ada jalan baginya.

Orang Optimis dan Orang Pesimis

Orang optimis adalah orang yang mencari penyelesaian dari tiap masalah yang ada. Sementara, orang pesimis adalah orang yang mencari masalah dari penyelesaian yang telah diusahakan orang. Orang optimis berani menempuh berbagai terobosan dan resiko. Orang optimis itu kreatif. Orang optimis adalah orang yang berpikir bahwa rezeki di dunia ini begitu banyak, sehingga ia berusaha keras untuk meraihnya, ia yakin rezeki yang banyak itu pasti ia dapatkan, jika tak cepat, mungkin juga kurang cepat, namun ia yakin pasti mendapatkannnya, meski dengan melalui beberapa ketidakberhasilan. Dalam hal berusaha, orang optimis bersedia menunda mengharap hasil sampai waktu yang sesuai untuknya. Jadi, orang optimis bukan tukang hutang. Ia dapat menikmati apa yang telah ia dapatkan, seraya mencari yang lain.

Orang optimis mampu menghidupkan sebuah lingkungan yang telah mati. Ia bisa membuat sesuatu yang dibilang lingkungannya tak mungkin. Orang optimis bisa mempengaruhi bangsanya yang tertindas untuk menuntut merdeka. Ia seorang motivator handal dan ulung. Hidup bersama orang semacam ini adalah sebuah anugrah. Ada anugrah yang lebih besar, yakni, membuat diri kita menjadi optimis dalam segala hal. Optimis adalah sikap yang membuat seseorang menjadi pemenang.

Satu hal yang lebih menggembirakan, orang optimis bisa membuat orang di sekelilingnya ikut optimis, tentulah jika aura keoptimisannya lebih besar dari orang-orang tersebut. Jika ingin punya aura optimis yang besar, maka kita harus menguasai tehnik berkomunikasi yang efektif. Sebaliknya, orang pesimis adalah pengeluh, tukang demo, tukang korupsi, tukang bajak, tukang tipu, dan sebagainya. Setiap hal yang merugikan manusia dan alam adalah hasil pekerjaan orang pesimis, yakni orang yang disebut tukang pakai, disebut hanya minta dilayani, namun tidak pernah memberi pelayanan.

Rakyat Optimis

Rakyat yang optimis adalah yang melakukan sesuatu dengan kemampuannya yang ada seraya terus mencari cara supaya ia dapat mengembangkan diri. Rakyat optimis hanya mengandalkan usahanya sendiri. Rakyat optimis tidak sibuk mencari bantuan pemerintah, namun ia menciptakan usahanya sendiri, jika tak ada modal, ia berusaha minta sama orang yang mau mempercayainya sampai dapat.

Pemerintah Optimis

Pemerintah optimis adalah pemerintah yang menganggap rakyat selalu bersamanya untuk membangun negeri. Pemerintah menganggap seluruh rakyat adalah saudaranya. Pemerintah bertindak sebagai pengasuh, pengayom seperti orang tua bagi seluruh rakyat. Pemerintah yang begini adalah pemerintah yang diidolakan sepanjang zaman. Pejabat kuasa yang optimis adalah pejabat yang berprinsip bahwa jabatannya sebagai amanah yang harus ia pertanggungjawabkan. Ia sadar bahwa ia digaji oleh mayarakat.

Pejabat optimis

Pejabat optimis sadar, apa yang ia makan dan pakai adalah hasil keringat rakyat, yakni hasil pajak, dan sebagainya.Pejabat optimis bertindak sebagai penunjuk jalan bagi kemajuan bangsanya. Ia seorang yang visioner. Ia bekerjasama dengan segenap rakyat yang beberapa orang lebih pandai dari dia. Misalnya, ia jadi gubernur, pejabat yang optimis menyadari selalu ada orang yang lebih pandai dari dirinya di dalam provinsi itu. Kendati ia adalah orang nomor satu di wilayahnya, ia tahu, orang lain yang lebih pandai itu, mungkin saja tidak mau menjadi pejabat di kursinya sekarang. Pejabat optimis hanya ambil yang haknya saja. Ia bukan tukang rampok uang mayarakat yang disebut koruptor itu. Ia juga tidak mengklaim diri bila keberhasilan yang dicapai dalam pemerintahannya sebagai hasil kerjanya semata. Ia juga berani mengatakan kegagalan atau kesalahan yang dia lakukan dalam menjalankan pemerintahannya. Ia tidak mencari kambing hitam. Naiknya harga minyak dunia misalnya, bukan sebagai satu dalih mengapa pemerintahannya harus menempuh kebijakan yang tidak pro-rakyat. Ia mampu membawa bangsanya untuk keluar dari krisis. Ia tidak tebar pesona, hanya berwacana, dan menebar janji tetapi terus berbuat. Ia tidak gandrung dengan popularitas.

Atasan Optimis

Atasan optimis adalah yang mampu membuat bawahannya bekerja maksimal. Atasan yang begini bisa membuat suasana tempat bekerja yang ia pimpin sebagai tempat yang penuh kegembiraan dan persaudaraan. Kehadirannya selalu dinantikan bawahan. Ia disayangi, bukan ditakuti. Ia mampu menyemangati siapapun, kendati keadaan perusahaannya sedang dalam masaalah besar. Ia selalu bisa menunjukkan peluang untuk maju. Dalam mulutnya selalu keluar kata “Ayo!”, tak pernah mulutnya mengucapkan “Jangan!” Kendati begitu, optimisme kadang jadi bencana. Optimisme yang begitu disebut optimisme buta. Optimisme semacam ini dipraktekkan tanpa pendukung yang memadai. Orang semacam ini disebut pemikir optimis, artinya optimis itu hanya dalam pemilirannya saja, namun ia tak menyediakan pendukung. Jika ini yang terjadi, dapat dipastikan, orang itu takkan berhasil. Optimis yang tepat adalah optimisme positif. Orang begini disebut peyakin positif. Bedanya hanya pada pendukung. Misalnya, jika diturunkan ke sebuah danau, pemikir positif lansung turun ke danau itu, ia menganggap danau itu dangkal dan ia bisa berenang walau tak pernah mempelajarinya. Peyakin positif adalah orang yang telah bejajar berenang, dan ia telah mencari tahu, berapa kedalaman danau itu.

Sumber:

On Optimism and Pessimism: On the 20th Century and on Many Other Issues.
Trotsky Internet Archive. Penerjemah: Ted Sprague (Januari 2007) @ MIA Thayeb Loh Angen

No comments:

Post a Comment